Ahli Gizi Sentil Klaim Popcorn Protein Khloe Kardashian, Konsumen Diminta Waspada

9 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Minggu lalu, Khloe Kardashian meluncurkan popcorn protein merek Khloud miliknya. Tidak ada yang salah dengan peluncuran camilan baru ini, tapi ketika pemasaran dan pencitraan merek mulai dilakukan, banyak hal yang dipertanyakan.

Melansir Huff Post, Kamis, 1 Mei 2025, kemasan popcorn ini dilengkapi frasa, seperti "produk bagus" dan "tanpa filler atau produk palsu." Camilan yang diklaim mengandung tujuh gram protein per sajian ini juga dijanjikan "tidak perlu membuat Anda merasa bersalah" dalam wawancara People dengan Khloe.

Perempuan berusia 40 tahun itu mengatakan, ia menciptakan camilan tersebut sebagai alternatif produk protein yang "dipenuhi dengan begitu banyak bahan pengisi dan barang buatan."  "Saya hanya ingin merasa senang dengan apa yang saya makan," ujarnya seraya menyebut camilan lain sebagai "buruk."

Bahasa-bahasa "bebas rasa bersalah," "baik," dan "buruk" yang merujuk pada makanan adalah budaya diet yang menurut para ahli harus diwaspadai konsumen. "'Bebas rasa bersalah' mengimplikasi moral pada makanan ketika kita tidak perlu memberi label baik atau buruk pada makanan kita," kata Beth Auguste, ahli diet kesehatan ibu di Philadelphia, Amerika Serikat (AS).

Meski ada beberapa bahan tambahan makanan yang dapat membahayakan, memandang makanan sebagai "baik" atau "buruk" terlalu berlebihan, imbuhnya. "Anda tidak 'berperilaku buruk' jika makan makanan yang mengandung bahan berbahaya, Anda jadi manusia yang hidup di ruang di mana Anda tidak mungkin dapat mengendalikan segala sesuatu yang masuk ke dalam makanan yang Anda makan," menurut Auguste.

Berbicara tentang makanan sebagai "bebas rasa bersalah" juga tidak tepat. "Rasa bersalah adalah respons emosional yang dimaksudkan saat kita menyakiti orang lain, bukan makan camilan," kata Cristina Hoyt, ahli gizi klinis di Philadelphia dan pembawa acara podcast "Millennial Body Image Project."

Budaya Diet

Hoyt melanjutkan, "Tapi, budaya diet telah melatih kita menginternalisasi rasa bersalah seputar pilihan makanan, terutama bagi perempuan, dan kemudian rasa bersalah itu dikemas dan dijual pada kita dalam produk-produk seperti ini."

"Istilah 'bebas rasa bersalah' memperkuat gagasan bahwa menikmati makanan memerlukan pembenaran," sambung Auguste. "Menyebut makanan 'bebas rasa bersalah' menyiratkan bahwa makanan lain seharusnya membuat kita merasa bersalah, dan bukan begitu cara kerja nutrisi."

"Semua makanan dapat menawarkan sesuatu yang bermanfaat bagi kita," imbuhnya.

"Ini juga tentang kenikmatan dan nutrisi," menurut Hoyt. Sepiring spageti dan bakso dapat mengingatkan Anda pada makan malam Minggu di rumah kakek-nenek Anda, atau setumpuk brownies rumahan dapat membangkitkan kenangan memanggang bersama teman sekamar saat kuliah. Itu tidak kalah pentingnya dengan makanan yang akan memberi Anda energi untuk kelas olahraga Anda."

"Salah satu hal yang saya petik dari artikel (People) adalah (Khole) banyak berbicara tentang sikap skeptisnya terhadap industri makanan, dan saya merasa, sudah ada sejarah panjang produk-produk yang membuat klaim-klaim besar tentang kesehatan tanpa banyak transparansi atau substansi di baliknya," kata Hoyt.

Jangan Termakan Pemasaran Berlebihan

Sungguh membuat frustrasi jika Anda mengonsumsi makanan tertentu selama berbulan-bulan, mengira sajian tersebut akan memberi nutrisi pada Anda dengan cara tertentu, hanya untuk kemudian mengetahui bahwa ternyata tidak demikian... Itu hanya bagian dari pemasaran yang dilebih-lebihkan.

Hoyt menekankan, "Pemasaran makanan kesehatan, termasuk popcorn ini, sebenarnya hanya menjual perasaan jadi lebih baik daripada orang lain karena Anda membuat 'pilihan yang tepat.' Ini bukan tentang apa yang ada di camilan itu, tapi lebih tentang apa yang ingin disampaikan merek tentang Anda sebagai pribadi."

"Salah satu hal yang menurut saya bermasalah adalah jika sebuah perusahaan benar-benar ingin membangun kepercayaan, mereka harus melampaui estetika yang bersih dan kata-kata kunci tentang protein," katanya. "Perusahaan itu harus berhenti menggunakan bahasa yang memalukan, seperti 'bebas rasa bersalah' dan benar-benar membantu orang merasa berdaya dalam hal makanan dan tidak dihakimi karenanya."

Lebih dari itu, hal itu menciptakan narasi bahwa makanan itu baik, kata Hoyt. Namun, orang-orang tidak selalu memiliki akses ke makanan yang "baik."

"Hal ini memengaruhi gagasan seputar akses ke jenis-jenis makanan tertentu, dan jika Anda tidak memiliki akses ke sesuatu, lalu apa? Saya tidak cukup baik? Sekarang saya harus merasa bersalah karena memakan ini? Tidak, saya harus merasa senang memakan makanan yang dapat saya akses dan yang bergizi dan ... yang saya nikmati," kata Hoyt.

Bukan tentang Khloe Kardashian

"Saya menganjurkan semua klien saya memikirkan pro dan kontra dari terlalu fokus pada diet. Pada titik tertentu, stres akibat makan 'sehat' dapat lebih besar daripada manfaatnya," kata Auguste. Menurut dia, penelitian menunjukkan bahwa orang yang membatasi makanan dan merasa bersalah, serta stres karenanya memiliki hasil kesehatan lebih buruk daripada mereka yang tidak membatasi diet.

"Perasaan negatif, bersalah, atau membatasi itu juga tidak baik untuk Anda," kata Auguste. Hal itu juga dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti diagnosis gangguan makan, sebut dia.

"Daripada bertanya, 'Apakah makanan ini bebas rasa bersalah?' Mari kita tanyakan, 'Bagaimana perasaan saya setelah makan makanan ini?'" kata Auguste. Mungkin makanan tersebut memberi Anda energi, terasa enak di tubuh Anda, atau meningkatkan suasana hati Anda, katanya.

Meski demikian, tidak mudah untuk sekadar menghilangkan perasaan bersalah atau buruk seputar makanan, dan itu karena budaya diet sangat meluas. Hoyt menekankan bahwa Khloe kemungkinan meluncurkan popcorn ini dengan tujuan sederhana agar camilan yang lebih padat protein tersedia di pasaran.

"Ini bukan tentang Khloe Kardashian. Ini tentang budaya yang sangat merasuk dan telah melatih, khususnya perempuan, untuk memendam rasa bersalah terhadap makanan dan bahwa Anda seharusnya merasa bersalah terhadap makanan yang Anda makan," kata Hoyt.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |