Keberlanjutan Lingkungan dan Pariwisata, Benarkah Bisa Berjalan Selaras?

6 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat merupakan salah satu wisata favorit khususnya warga Jakarta dan sekitarnya di akhir pekan. Namun, keberadaannya dinilai mengusik ketenangan masyarakat. Bencana banjir jadi buktinya hingga kemudian salah satu tempat wisata di Puncak, yaitu Hibisc Fantasi, harus dibongkar seluruhnya? 

Lalu, apakah sebenarnya pariwisata bisa benar selaras dengan keberlanjutan lingkungan? Menjawab hal tersebut dua nara sumber dari Kementerian Pariwisata dan Pemprov Jawa Barat hadir di acara Climate Talk bertajuk 'Investasi, Sustainability, dan Liburan: Bisa Klop Gak Sih?' yang diselenggarakan daring oleh Liputan6.com, Rabu, 30 April 2025. 

"Dikaitkan dengan fungsi lingkungan hidup, Puncak itu hulunya. Dia alirannya bisa sampai Jakarta, jadi ketika kita kurang cermat memanage kawasan Puncak, dampaknya akan sangat berat di hilir," ungkap Amnu Fuadi, Asisten Deputi Manajemen Usaha Pariwisata Keberlanjutan Kementerian Pariwisata, saat acara 

Kementerian Pariwisata, menurut Amnu, memiliki empat pilar untuk rancang biru pengelolaan pariwisata, yaitu pengelolaan berkelanjutan (bisnis pariwisata), ekonomi berkelanjutan (sosio ekonomi jangka panjang), keberlanjutan budaya (sustainable culture), dan aspek lingkungan (environment sustainability).

Pengelolaan ini juga harus sinergis dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, instansi, dan stakeholder agar tidak parsial atau sporadis. Manajemen yang memerhatikan sisi sustainability atau keberlanjutkan dimaksudkan agar tempat wisata memberikan manfaat yang besar, tidak hanya dari sisi pariwisata tapi juga lingkungan hidup dan ekonomi. 

Pariwisata Berkelanjutan Ikut Memberdayakan Warga Lokal

Kedua, menurut Amnu, dari sisi sosial budaya, karena masing-masing kawasan memiliki local wisdom yang harus dijaga. "Jangan sampai karena kita ingin mengembangkan kawasan wisata lalu mengabaikan aspek sosial budaya ini," imbuhnya. 

Masyarakat setempat harus tetap menjadi bagian integral untuk kawasan wisata. Lalu dari sisi sosial ekonomi, keterlibatan masyarakat sebagai rantai pasoknya, khususnya UMKM seperti pembuatan suvenir dan oleh-oleh, akan memutar ekonomi lokal setempat. 

"Itu harus sustain juga, jangan sampai memikirkan pariwisatanya saja, kita bikin indah semua tapi dalam jangka panjang atau menengah panjang menimbulkan kerusakan," sambungnya lagi.

Pariwisata dengan isu lingkungan yang sedang marak saat ini, menurut Amnu, tidak boleh berbenturan. Empat pilar tersebut merupakan tanggung jawab bersama dan prinsip keberlanjutkan diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. 

Sinergi ini menjadi tantangan utama dalam menerapkan pariwisata berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. "Pariwisata ini mendapat amanat dari RPJMN menumbuhkan ekonomi masyarakat sebanyak delapan persen," paparnya lagi. 

Penegakan Hukum Kawasan Wisata yang Melanggar

Kementerian Pariwisata sebagai regulaor dan faslilitator, sambung Amnu juga mendukung upaya penegakan hukum bagi investor kawasan wisata yang melanggar aspek pariwisata berkelanjutan. Seperti yang terjadi belum lama ini di Puncak Bogor dengan adanya penertiban kawasan tersebut.

"Ke depan perlu komunikasi yang lebih intens supaya memberikan kepastian dan investasi tetap menarik tanpa merusak lingkungan, termasuk memberikan ranya keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung," terangnya lagi, sambil menambahkan bahwa tempat wisata yang kotor, terlalu padat saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. 

Jika sektor pariwisata sangat penting bagi pendapatan asli daerah, bagaimana caranya agar pariwisata dan lingkungan bisa seirama? Menjawab hal tersebut, Ai Saadiyah Dwidaningasih, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat mengatakan Jawa Barat dianugerahi keindahan alam yang merupakan potensi wisata. Karena itu, menurutnya, sinergitas antara pariwisata dan menjaga alam harus dilakukan. 

"Kita harus dimulai dari perencanaan kemudian bagaimana kita pelaksanaannya, pengawasan, pembinaan, dan seterusnya. Sebenarnya ini sudah ada di dalam regulasi pemerintah pusat," terangnya.

Perizinan Tempat Wisata

Perizinan yang merupakan sebuah kontrol agar pemanfaatan ruang selaras dengan alam dimulai dari tata ruangnya. "Sudah banyak sekali di Jawa Barat ini alih fungsi lahan yang kita hanya melihat dari sisi estetikanya aja, karena bagus, padahal dia memiliki misi resapan, ini yang harus kita jaga," ungkapnya lagi.

Komitmen bersama dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan dari peremcanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan harus memegang teguh prinsip lingkungan hidup. Jangan sampai lokasi wisata yang indah mengganggu fungsi ekologis.

Penyertaan dokumen untuk mendirikan tempat wisata yang diajukan oleh para pengembang merupakan komitmen yang harus dilaksanakan. "Jika dalam pelaksanaan ada pelanggaran, maka harus dilaksanakan penegakan hukum," tegas Ai.

Strategi utama yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat adalah dalam prosesnya dari perizinan dan pelaksanaan tempat wisata harus sesuai aturan yang berlaku. Menurut Ai, dalam pemanfaatan lahan sendiri untuk mendapatkan izin usaha sudah ada tahapan-tahapan yang harus dipenuhi, salah satunya memastikan dari sisi tata ruang harus sesuai dengan fungsi ekologis yang disyaratkan.

Perizinan juga memitigasi dampak-dampak lingkungan dari keberadaan tempat wisata tersebut. "Kita juga mendorong pemilik usaha (pengembang), untuk memiliki awareness komitmen terhadap lingkungan," tegasnya. 

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |