Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, Tom Liwafa, menilai proses evakuasi Juliana Marins─turis Brasil jatuh di Gunung Rinjani─masih manual. Ia menyarankan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) melengkapi alat pendeteksi suhu tubuh manusia untuk membantu pencarian di medan ekstrem.
Tom juga meminta Basarnas serius mendistribusi informasi setelah ada serangan komentar warganet Brasil ke akun Instagram Presiden Prabowo Subianto. Ia menyarankan, Basarnas menyediakan penerjemah maupun siaran pers resmi dalam bahasa asing secara cepat.
Badan itu juga diminta memanfaatkan infrastruktur komunikasinya secara tepat, termasuk melalui semua kanal media nasional, agar publik luar negeri memahami kondisi di lapangan. "Jadi, komplain dialihkan ke kanal resmi Basarnas, bukan ke Presiden. Ini sederhana, tapi powerful," ujar Tom dalam rapat dengar pendapat bersama Kepala Basarnas Mohammad Syafii di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 7 Juli 2025, lapor Antara.
Mengapresiasi Kerja Basarnas
Terlepas dari itu, ia mengaku mengapresiasi atas kerja keras tim Basarnas, TNI/Polri, dan segenap relawan yang akhirnya berhasil mengevakuasi Juliana Marisn di tengah kondisi medan menantang, serta keterbatasan yang dihadapi.
Di kesempatan yang sama, Anggota Komisi V DPR RI Daniel Mutaqien mengatakan bahwa di era serba digital seperti sekarang, masyarakat dan media internasional sangat membutuhkan bukti visual agar meyakini upaya penyelamatan yang dilakukan Basarnas.
"Kejamnya era digital, semua orang butuh visual, butuh konten. Bukan hanya gubernur atau kepala daerah, aktivitas Basarnas seperti ini juga harus dikontenkan," kata Daniel.
Ia menyakini bahwa sejak hari pertama informasi korban hilang diterima, anggota Basarnas sudah terjun ke lokasi untuk melakukan pencarian dan pertolongan. Namun, publik tidak melihat langsung upaya itu karena tidak ada dokumentasi visual yang disebarkan secara cepat.
Pentingnya Dokumentasi Visual
Daniel berkata, "Ini bukan soal validasi kerja, tapi agar publik tahu ada upaya nyata. Teman-teman Basarnas perlu dibekali kamera saat melaksanakan operasi SAR." Ia berharap, pengalaman ini jadi evaluasi agar penilaian lembaga SAR internasional terhadap Basarnas Indonesia, seperti International Maritime Organization (IMO) dan International Search and Rescue Advisory Group (INSARAG), tetap positif meski insiden seperti ini terjadi.
“Perhatian dunia sudah besar, jangan sampai penilaian internasional kita terus menurun," sebut dia.
Sebelumnya, ayah Juliana, Manoel Marins, telah mengkritik Indonesia terkait kematian putrinya yang merupakan pendaki pemula. Mengutip AP, Sabtu, 5 Juli 2025, ia menyebut bahwa apa yang terjadi pada putrinya adalah "masalah mengabaikan nyawa manusia."
Ia juga menilai, "layanan publik yang tidak memadai" di Indonesia sebagai penyebab utama Juliana meninggal dunia. "Sayangnya, ini adalah tujuan wisata—dikenal di seluruh dunia, negara yang bergantung pada pariwisata untuk bertahan hidup," katanya.
"Seharusnya ada infrastruktur yang lebih baik, sumber daya yang lebih baik untuk menyelamatkan orang," kritiknya.
Indonesia Terancam Diseret ke Pengadilan Internasional
Sebelumnya dilaporkan bahwa hasil autopsi ulang jenazah Juliana─yang diminta keluarga korban melalui Kantor Pembela Umum Persatuan Brasil (DPU)─dapat mendukung penyelidikan internasional mengenai kematiannya saat mendaki Gunung Rinjani, menurut pembela hak asasi manusia regional di Rio de Janeiro, Taísa Bittencourt.
Melansir Folha de S.Paulo, Jumat, pembela menyatakan bahwa, jika terbukti tidak ada penyelidikan atau akuntabilitas oleh pihak berwenang Indonesia, Brasil dapat membuka penyelidikannya sendiri, melalui Kepolisian Federal, berdasarkan prinsip yurisdiksi ekstrateritorial.
"Kami telah meminta Kepolisian Federal membuka penyelidikan untuk menyelidiki kemungkinan kelalaian dalam menelantarkan korban," katanya pada publikasi Brasil tersebut. Kendati demikian, belum ada pernyataan resmi dari Kepolisian Federal terkait ini.
Jika "kemungkinan kelalaian" ditemukan, kasus kematian Juliana dapat dibawa ke badan-badan internasional, menyeret Indonesia sebagai pihak tertuduh. "Kami menunggu laporan (otoritas Indonesia) dan begitu laporan itu tiba, kami akan menentukan langkah selanjutnya," sebut Taíssa.