Mengapa Hari Pendidikan Nasional Diperingati Setiap 2 Mei?

21 hours ago 14

Liputan6.com, Jakarta - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei di Indonesia. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, dalam Surat Edaran Nomor 7441/MDM.A/TU.02.03/2025, telah merilis pedoman resmi peringatan Hardiknas 2025. 

Mengutip dari Antara, Jumat (2/5/2025), pedoman ini memuat arahan pelaksanaan upacara bendera, serta berbagai kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memeriahkan Hardiknas. Logo resmi Hardiknas 2025 juga telah diluncurkan, menggambarkan semangat kolaborasi dan keberagaman dalam memajukan pendidikan Indonesia.

Tahun ini, peringatan Hardiknas mengusung tema besar: "Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua". Tema ini menekankan pentingnya kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Hardiknas diperingati setiap tanggal 2 Mei di Indonesia untuk menghormati jasa Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan hari kelahirannya pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta.

Melalui peringatan Hardiknas setiap tahunnya, diharapkan semangat Ki Hadjar Dewantara dalam memperjuangkan pendidikan untuk semua dapat terus menginspirasi generasi penerus bangsa. Semangat tersebut menjadi landasan penting untuk menciptakan pendidikan yang lebih inklusif dan merata bagi setiap lapisan masyarakat.   

Pada masa penjajahan Belanda, Ki Hadjar Dewantara, yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, menentang kebijakan pendidikan kolonial yang cuma mengutamakan golongan tertentu. Sebagai bentuk perlawanan, ia mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922, lembaga pendidikan yang terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang status sosial.

Upacara Bendera dan Pakaian Adat di Kegiatan Hardiknas 2025

Sesuai pedoman Kemendikdasmen, upacara bendera Hardiknas 2025 dianjurkan dilaksanakan secara tatap muka di seluruh satuan pendidikan, dari PAUD hingga perguruan tinggi, serta instansi pemerintahan. Peserta upacara didorong untuk mengenakan pakaian adat, sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman budaya Indonesia dan menumbuhkan rasa nasionalisme.

Selain upacara bendera, berbagai kegiatan lain dapat dilakukan untuk memeriahkan Hardiknas, seperti seminar, diskusi, lomba, dan kegiatan kreatif lainnya yang relevan dengan tema pendidikan bermutu. Kemendikdasmen mendorong partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan ini.

Upacara di Kemendikdasmen sendiri akan dilaksanakan di kantor pusat, menjadi contoh bagi seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung dan mensukseskan peringatan Hardiknas.

Penggunaan pakaian adat dalam upacara bendera diharapkan dapat meningkatkan rasa cinta Tanah Air dan melestarikan warisan budaya Indonesia. Ini sejalan dengan semangat Hardiknas untuk membentuk karakter dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

JPPI Gelar Aksi Teatrikal dan Bacakan Surat Terbuka Saat Hardiknas

Memperingati Hardiknas 2025, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menggelar aksi teatrikal di depan Istana Merdeka dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Dengan mengenakan kostum hitam dan membawa payung hitam, para aktivis pendidikan menyampaikan simbol duka dan keprihatinan mendalam terhadap kondisi pendidikan nasional, akibat rendahnya integritas dan semakin kuatnya komersialisasi dalam sektor pendidikan.

"Aksi ini ditutup dengan pembacaan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Isinya berupa kritik dan seruan perbaikan serius terhadap sistem pendidikan nasional," ungkap Ubaid Matraji, Kornas JPPI dalam keterangan rilisnya yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat (2/5/2025). 

Dalam surat terbuka tersebut, JPPI menyoroti sejumlah persoalan fundamental yang hingga kini belum dituntaskan, di antaranya:

  1. Rendahnya skor integritas sektor pendidikan sebagaimana dilaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024.
  2. Komersialisasi pendidikan yang makin akut, ditandai dengan masih maraknya penahanan ijazah karena tunggakan biaya dan sekolah yang berubah menjadi “toko penjual ijazah.” Banyak pula orang tua yang terjerat pinjol karena mahalnya biaya pendidikan.
  3. Tingginya jumlah anak tidak sekolah (ATS) yang mencapai 3,9 juta anak (data pd.data.kemdikbud 2025).
  4. Buruknya kualitas dan pemerataan pendidikan, serta banyaknya bangunan sekolah rusak yang tidak layak pakai (JPPI mencatat 60,6 persen bangunan SD dalam kondisi rusak).
  5. Ketimpangan kesejahteraan guru, di mana lebih dari 2,6 juta guru belum mendapatkan tunjangan profesi (data Dapodik, 2024).

Sorotan Anggaran Pendidikan di Indonesia

Menurut Ubaid, bukan saatnya untuk perayaan seremonial, tetapi untuk merenung dan bertindak menyelamatkan masa depan bangsa. "Kami ingin menyampaikan pesan kuat bahwa pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja. Jika integritas pendidikan ambruk dan pendidikan dikomersialisasi, maka kita sedang memasang bom waktu bagi kehancuran bangsa dari dalam," tegasnya dalam orasinya.

Untuk menghentikan laju komersialisasi pendidikan, JPPI telah melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (No.3/PUU-XXII/2024). "Sidang perkara ini sudah berjalan satu tahun lebih, tapi belum juga ada keputusan. Karena itu, kami juga meminta MK segera mengabulkan permohonan sekolah bebas biaya yang memang sudah sejalan dengan Amanah UUD 1945 ayat 31," papar Ubaid.

Dalam surat terbukanya, JPPI juga mempertanyakan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN, yang dinilai tidak sepenuhnya digunakan secara akuntabel untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah. JPPI menyerukan agar anggaran tersebut fokus pada kementerian yang memang bertanggung jawab langsung atas pendidikan, bukan menjadi bancakan puluhan kementerian/lembaga.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |