Liputan6.com, Jakarta - Tak lagi menggelar pertemuan tatap muka, Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhani dan Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa memilih melaporkan kinerja kementeriannya lewat video yang diunggah di kanal YouTube Kementerian Pariwisata. Di unggahan tersebut, kedua petinggi Kemenpar mengklaim capaian sektor pariwisata Indonesia positif selama periode Maret─April 2025.
"Di tengah dinamika global dan tantangan pembangunan, kami percaya bahwa pariwisata tetap menjadi salah satu sektor strategis penggerak ekonomi nasional, pencipta lapangan kerja, dan perekat kebudayaan bangsa," ujar Menpar Widi dalam video berdurasi 14 menit yang diunggah pada Jumat (2/5/2025).
Klaim tersebut didasarkan pada beberapa indikator, salah satunya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Berdasarkan data perlintasan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, angka sementara kunjungan wisman selama Lebara 2025, yakni pada 22 Maret hingga 11 April 2025, mencapai 260 ribu kunjungan.
Menurut Wakil Menpar, angka itu meningkat 3,10 persen dibandingkan periode libur lebaran tahun lalu. Dibandingkan libur lebaran 2024 yang berlangsung pada 6─15 April 2024, musim lebaran 2025 jauh lebih panjang dengan 21 hari.
Sementara untuk pergerakan wisatawan nusantara pada musim libur lebaran tahun menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, tercatat jumlah pergerakan masyarakat mencapai 154,62 juta. Jumlah ini lebih rendah 4,67 persen dibandingkan realisasi pada libur lebaran 2024 yang mencapai 162,2 juta pergerakan.
Meski diakui ada penurunan, Wamenpar menyebut ada kenaikan jumlah kunjungan di sejumlah destinasi wisata dibandingkan dengan tahun lalu. Ia menggunakan data kunjungan ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta yang disebutnya naik 46 persen dibandingkan rata-rata kunjungan di periode Lebaran 2024.
Catatan Kunjungan Wisatawan di 2 Tempat Wisata Lain
Wamenpar juga mengunakan data kunjungan di Candi Prambanan yang juga dikelola InJourney Destination yang mencatat pertumbuhan rata-rata jumlah kunjungan harian meningkat 42 persen dibandingkan periode Lebaran 2024. Sementara di Surabaya, klaim pertumbuhan menggunakan data kunjungan Kebun Binatang Surabaya yang lebih tinggi tujuh persen dari jumlah rata-rata pengunjung di periode Lebaran 2024.
"Hal ini menunjukkan antusiasme masyarakat yang tinggi untuk berwisata di dalam negeri selama libur Lebaran 2025. Peningkatan jumlah kunjungan yang signifikan di sejumlah destinasi wisata ini juga menjadi sinyal positif bahwa upaya peningkatan kualitas layanan dan promosi pariwisata telah membuahkan hasil," kata Ni Luh.
Klaim Kemenpar yang positif tidak demikian dengan temuan Badan Pusat Statistik (Bali) yang memotret terjadinya penurunan tingkat penghunian kamar (TPK) alias okupansi hotel di Bali selama Maret 2025.
"Untuk Maret 2025 tingkat penghunian kamar di hotel bintang di Bali tercatat sebesar 46,61 persen, angka ini lebih rendah 5,01 persen poin dibanding bulan sebelumnya," kata Kepala BPS Bali Agus Gede Hendrayana Hermawan di Denpasar, hari ini, dikutip dari Antara.
Penurunan Okupansi Hotel di Bali pada Maret 2025
Ia menyebut selain pada hotel berbintang, penurunan persentase okupansi ini juga turun pada hotel nonbintang sebesar 0,64 persen poin. "Untuk kondisi hotel nonbintang pada Maret 2025, tingkat penghunian kamarnya mencapai 35,71 persen, angka ini turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya, di bulan Februari yang saat itu mencapai 36,35 persen," ujarnya.
Tak hanya kondisi Maret 2025 dibanding Februari 2025, penurunan tingkat penghunian kamar ini juga turun dibanding Maret 2024. Dibandingkan secara tahun ke tahun, terjadi penurunan okupansi hotel berbintang 6,10 persen poin dan pada hotel non-bintang turun 2,73 persen poin.
"Jadi, setelah Februari yang lalu angkanya mengalami penurunan, di bulan Maret ini angka tingkat penghunian kamar di Provinsi Bali kembali mengalami penurunan," kata Agus Gede.
BPS Bali menjabarkan untuk hotel berbintang, selama Maret hotel bintang satu mendapat keterisian tertinggi sebesar 54,05 persen, sementara terendah hotel bintang tiga dengan 44,10 persen. Berdasarkan lokasi menginap, Agus Gede melihat sebaran hunian kamar terendah di Kabupaten Bangli dan tertinggi di Kota Denpasar.
"Tingkat penghunian kamar tertinggi itu di Denpasar 48,41 persen, destinasi wisata lain seperti Badung angka TPK-nya tercatat 46,59 persen, terendah di Bangli," kata dia.
Analisis BPS Terkait Penurunan Okupansi Hotel di Bali
Meski terjadi penurunan, BPS Bali meminta tak khawatir karena menurunnya persentase dapat disebabkan oleh jumlah kamar yang terus meningkat.
"Jadi, kamar yang terjual di bulan Maret itu sebenarnya mengalami peningkatan, namun kamar yang tersedia juga mengalami peningkatan, jadi bisa saja jumlah kamar yang disewa itu meningkat dan jumlah kamar yang tersedia juga mengalami peningkatan," ujarnya tanpa menyebutkan angka detail kamar hotel yang tersedia di Bali pada periode dimaksud.
Sebelumnya, tren liburan di Bali dikabarkan telah bergeser dari hotel dan resor menjadi pilihan akomodasi yang lebih personal seperti vila yang menawarkan privasi lebih dan fleksibilitas yang lebih tinggi. Tren yang menonjol bagi wisatawan kalangan Gen Z dan milenial itu tidak hanya didominasi oleh wisatawan domestik, tetapi juga para turis asing.
Situasi itu menimbulkan kekhawatiran kalangan perhotelan di Bali karena tingkat hunian kamar berkurang drastis. Ditambah lagi, sejumlah acara pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang kerap diadakan di hotel juga jauh berkurang karena penghematan anggaran kementerian.
Menanggapi tren wisatawan yang kini lebih gemar memilih vila atau homestay sebagai akomodasi selama liburan, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) ikut angkat bicara. Menurut Deputi Bidang Pemasaran Kemenpar Ni Made Ayu Marthini, perilaku tersebut merupakan salah satu hal yang wajar karena setiap wisatawan memiliki preferensi dan jumlah dana yang berbeda-beda.