WN China Tertangkap Basah Hendak Selundupkan Taring Harimau dan Cula Badak Ilegal ke Indonesia

5 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Seorang warga negara (WN) China berinisial BQ ditangkap saat berada di Bandara Internasional Sam Ratulangi, Manado, setelah tiba dengan menumpang pesawat Trans Nusa dari Guangzhou, Tiongkok. Penangkapan itu berawal dari laporan petugas Bea Cukai Manado yang mengawasi pesawat baru mendarat tersebut pada Kamis, 20 Maret 2025, pukul 05.00 WITA.

Dua kotak bagasi milik tersangka diperiksa dan petugas menemukan sejumlah paket mencurigakan berisi bagian tubuh satwa liar dilindungi yang tidak disertai dokumen resmi, seperti sertifikat kesehatan atau izin edar dari negara asal. Barang bukti pun langsung diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Barang bukti yang diamankan adalah 12 taring harimau, 20 kantung empedu, serta beberapa paket cula badak. Setelah diidentifikasi oleh petugas karantina dan BKSDA Sulawesi Utara, tersangka dan barang bukti diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi untuk diproses lebih lanjut. 

Seluruh barang bukti kini sedang diuji forensik oleh Laboratorium Sistematika Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM). Aswin Bangun, Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi mengatakan tersangka dijerat dengan Pasal 40A ayat (2) huruf c jo. Pasal 23 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Ancaman pidana bagi pelaku mencapai 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar," katanya dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Rabu (30/4/2025).

Pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka dilakukan pada Selasa, 15 April 2025, setelah sempat tertunda. Saat ini, BQ ditahan di Rutan Kelas II Manado, dan barang bukti diserahkan ke BKSDA Sulawesi Utara.

Kejahatan Luar Biasa

Kepala BKSDA Sulawesi Utara, Askhari Dg. Masikki, mengapresiasi kerja cepat dan sigap instansi terkait dalam menangani kasus ini. "Kerja sama antar-lembaga sangat penting untuk memastikan penanganan kasus berjalan efektif. Kami akan terus meningkatkan pengawasan untuk mencegah peredaran ilegal satwa liar," ujarnya.

Rudianto Saragih Napitu, Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, menegaskan bahwa pelanggaran hukum terkait satwa dilindungi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang berdampak luas pada keberlangsungan ekosistem. Karena itu, ia menegaskan pentingnya kerja sama lintas sektor dan pengawasan yang diperketat untuk mengatasi kejahatan terhadap satwa liar.

"Sulawesi Utara, khususnya Manado, merupakan salah satu titik rawan perdagangan satwa liar ilegal melalui jalur udara, darat, dan laut. Kami akan terus berupaya menghentikan penyelundupan satwa dilindungi," katanya. 

Sementara, Dwi Januanto Nugroho, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, mengatakan bahwa perdagangan ilegal satwa liar merupakan kejahatan yang mengancam keberagaman hayati Indonesia serta stabilitas hukum dan keamanan nasional.

Termasuk Kejahatan Transnasional yang Terindikasi Pencucian Uang

Dwi menyatakan, "Perdagangan satwa liar bukan hanya pelanggaran dalam bidang konservasi, melainkan juga bagian dari kejahatan lintas negara (transnational crime) yang mendapat perhatian dunia internasional. Kejahatan ini sering kali terhubung dengan tindak pidana lain, seperti pencucian uang, korupsi, dan pemalsuan dokumen." 

Menurutnya, penanganan kasus semacam itu memerlukan pendekatan yang holistik dan interdisipliner, mencakup pemanfaatan teknologi forensik, penguatan kerja sama internasional, serta pengambilan kebijakan yang berlandaskan pada data dan analisis yang akurat.

"Sesuai arahan Bapak Menteri Kehutanan, kami berkomitmen untuk tidak hanya menindak pelaku berinisial BQ (45), warga negara asing asal Tiongkok, tetapi juga mengungkap seluruh jaringan perdagangan ilegal, termasuk aktor intelektual dan jejaring lintas negara, melalui langkah-langkah yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan," katanya.

Masih terkait kasus perdagangan organ satwa liar ilegal, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang terhadap pedagang cula badak Jawa ilegal bernama Liem Hoo Kwan Willy alias Willy dan membatalkan vonis bebas yang sebelumnya diputuskan Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang. Dalam putusan kasasi tersebut, MA menjatuhkan hukuman pidana penjara 1 tahun dan denda Rp100 juta subsider kurungan penjara selama tiga bulan. 

Sempat Dibebaskan Hakim karena Kurang Bukti

Willy dijerat Pasal 21 Ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Kasus itu bermula dari transaksi perdagangan cula badak Jawa hasil perburuan liar di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang merupakan habitat terakhir spesies badak Jawa.

Dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Senin, 28 April 2025, Willy ditangkap jajaran Polda Banten setelah diduga kuat terlibat pembelian cula badak hasil perburuan tersebut. Namun pada pengadilan tingkat pertama di PN Pandeglang, Willy dinyatakan bebas dengan alasan kurangnya bukti yang menguatkan dakwaan.

Putusan bebas tersebut direspons JPU Kejari Pandeglang dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam proses kasasi, JPU berhasil meyakinkan majelis hakim MA bahwa bukti-bukti yang diajukan cukup untuk membuktikan keterlibatan Willy dalam kasus perdagangan ilegal tersebut.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko berterima kasih dan mengapresiasi Kejaksaan Negeri Pandeglang atas upaya kasasi, dan Mahkamah Agung yang sudah mengambil keputusan yang tepat. Menurut Satyawan, hal ini telah menggenapkan segala upaya yg sudah dilakukan dalam menjaga badak jawa dari segala lini, baik pemburu, fasilitator maupun pembeli dalam maupun luar negeri.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |