Liputan6.com, Jakarta - Setelah wafatnya Paus Fransiskus, perhatian dunia kini tertuju pada para kardinal Gereja Katolik Roma yang akan berkumpul dalam konklaf rahasia untuk memilih paus berikutnya. Namun, berbeda dengan konklaf 2013, kali ini para kardinal memanfaatkan media sosial untuk berbagi informasi dan berinteraksi dengan publik.
Gustavo Entrala, konsultan komunikasi strategis yang pernah bekerja dengan Paus Benediktus XVI dan Paus Fransiskus mengatakan bahwa tren ini menandai perubahan besar dalam cara Gereja Katolik berkomunikasi dengan dunia luar. ""Jelas bahwa banyak kardinal yang lebih aktif saat ini di media sosial. Itu sangat kontras dengan konklaf terakhir," kata Entrala, seperti dikutip ABC, Senin, 5 Mei 2025
Kardinal Isao Kukuchi dari Tokyo, misalnya, membagikan swafoto bersama kardinal lainnya dalam perjalanan untuk berdoa di depan makam Paus Fransiskus. Sementara itu, Kardinal William Goh dari Singapura mengajak orang-orang untuk berdoa agar terpilih paus yang tepat untuk memimpin Gereja di dunia yang kompleks ini.
Entrala mencatat bahwa jenis konten yang dibagikan para kardinal juga telah berubah. Jika sebelumnya lebih bersifat doktrinal dan spiritual, kini mereka lebih fokus pada kepausan dan proses konklaf.
"Konten mereka jauh lebih berorientasi untuk menjelaskan segala sesuatu seputar kepausan dan konklaf," jelas Entrala. Keterbukaan ini memungkinkan audiens untuk merasakan hubungan yang lebih kuat dengan para kardinal, yang kini lebih terlihat sebagai sosok yang dekat dan terbuka.
Bukan untuk Kampanye Pribadi
Namun, Entrala menegaskan bahwa para kardinal tidak memanfaatkan media sosial untuk kampanye pribadi agar terpilih sebagai paus. Sebaliknya, media sosial menjadi platform untuk berbagi proses dan pemikiran mereka, meskipun ini juga memiliki risiko tersendiri.
Kurt Martens, profesor di Universitas Katolik Amerika, mengingatkan bahwa para kardinal harus berhati-hati dalam berbagi informasi di media sosial. "Ketika para kardinal mengunggah di media sosial, mereka harus sangat berhati-hati agar tidak ada yang dikatakan [dalam pertemuan tertutup] yang tersebar," kata Martens.
Pelanggaran terhadap kerahasiaan konklaf dapat berujung pada sanksi berat, termasuk ekskomunikasi. Selain itu, media sosial juga membawa tantangan berupa komentar negatif.
Walter Scheirer dari Universitas Notre Dame mencatat bahwa para kardinal seringkali tidak menanggapi komentar-komentar ini, yang dapat mengurangi interaksi dan keterlibatan dengan audiens. "Apa yang Anda lihat, terutama dengan akun kardinal yang terkenal, adalah mereka tidak menanggapi balik," kata Scheirer.
Transformasi dalam Hierarki Gereja
Meskipun ada potensi kerugian, media sosial telah membuka akses lebih luas ke dunia Gereja Katolik dan mengubah pola hierarki tradisionalnya. Jana Bennett dari Universitas Dayton menyatakan bahwa platform-platform ini memungkinkan orang untuk mendapatkan wawasan keagamaan dari berbagai sumber, tidak lagi terbatas pada paroki setempat.
"Anda dapat memilih uskup Anda sendiri, memilih orang-orang yang Anda anggap berwibawa, padahal sebelumnya, tidak ada pilihan seperti itu," kata Bennett.
Ini menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya mengubah cara komunikasi Gereja, tetapi juga menawarkan jalan baru bagi umat untuk terhubung dan berpartisipasi dalam kehidupan gereja. Dengan konklaf yang akan dimulai pada 7 Mei, dunia akan melihat bagaimana peran media sosial memengaruhi proses pemilihan paus dan bagaimana Gereja Katolik beradaptasi dengan era digital ini.
Bersama para kardinal, dua paus terakhir, Benediktus dan Fransiskus, juga telah menggunakan media sosial. "Benediktus memperkenalkan akun Twitter kepausan, @Pontifex, pada 2012," kata Entrala.
Makanan di Prosesi Konklaf
Entrala mengatakan Fransiskus juga "sangat aktif" di akun tersebut selama masa kepausannya dan mengharapkan paus berikutnya untuk melakukan hal yang sama, dan bahkan mungkin meningkatkan kehadiran media digital mereka melalui streaming langsung.
"Ide untuk bertemu paus dan berswafoto dengannya tidak terbayangkan sebelum Paus Fransiskus," kata Entrala. "Saya pikir paus berikutnya akan menjadi orang yang sesuai dengan zamannya. Bahkan jika dia tidak paham dalam hal menggunakan media sosial, dia akan menerimanya, tidak masalah."
Adapun konklaf untuk memilih pemimpin ke-267 Gereja Katolik akan dimulai pada 7 Mei, menurut Vatikan. Selama lebih dari 750 tahun, aturan ketat yang mengatur apa saja makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi para kardinal selama konklaf telah berlaku. Ini dilakukan guna mencegah pesan tersembunyi diselipkan di dalam ayam, ravioli, dan serbet.
Pekan ini, melansir BBC, Sabtu, 3 Mei 2025, para pelancong di Roma mungkin melihat para kardinal sering mengunjungi restoran favorit mereka. Tepat sebelum pemilihan paus terakhir pada 2013, media Italia melaporkan bahwa banyak dari kardinal menyempatkan diri mengunjungi restoran lokal populer, seperti Al Passetto di Borgo.
Para kardinal mungkin merasa perlu makan enak karena selama konklaf yang akan dimulai pada Rabu, 7 Mei 2025, mereka akan sepenuhnya diasingkan dari dunia luar untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Pemungutan suara, tidur, dan makan, semuanya dilakukan dalam ruang tertutup yang dikontrol ketat.