Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) merespons soal pencabutan empat perusahaan izin usaha pertambangan (IUP) yang beroperasi di Raja Ampat, Papua. Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana juga mengusulkan pemerintah untuk membentuk tim lintas kementerian dalam menangani kasus tambang nikel di sana.
Menpar mengusulkan pemerintah untuk membentuk tim lintas kementerian dalam rangka menangani kasus tambang nikel yang diduga merusak keindahan alam Raja Ampat di Papua Barat.
"Raja Ampat adalah maha karya alam yang tak tergantikan. Sebagai destinasi pariwisata prioritas dan UNESCO Global Geopark, kawasan ini bukan hanya kebanggaan nasional, tetapi juga tanggung jawab kita bersama untuk menjaganya tetap lestari," kata Menpar Widiyanti Putri Wardhana dalam siaran pers yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Selasa, 10 Juni 2025.
Menpar mengatakan pembentukan tim lintas kementerian ditujukan untuk menyusun rencana induk terpadu bagi Raja Ampat yang berorientasi pada pariwisata berkualitas dan berkelanjutan dengan menekankan prinsip keterpaduan ekologi, sosiokultural, dan skala ekonomi. Dia pun mengapresiasi langkah pengawasan dan evaluasi yang telah dilakukan oleh Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kehutanan.
Simbol Indonesia Terhadap Keberlanjutan
Hal itu dinilai sudah membuktikan bahwa semua pihak telah satu suara dalam menjaga kawasan asri tersebut. Menpar Widiyanti juga mengajak semua pihak untuk memperkuat komitmen menjaga keberlanjutan setiap destinasi wisata di Indonesia. Menurutnya membangun pariwisata bukan hanya soal mendatangkan wisatawan, tapi juga soal melindungi kehidupan alam dan manusianya untuk hari ini dan masa depan.
"Mari kita jadikan raja ampat bukan sekadar tempat indah untuk dikunjungi tetapi simbol Indonesia terhadap keberlanjutan, karena membangun pariwisata bukan hanya mendatangkan wisatawan tapi juga melindungi soal kehidupan alam dan manusai untuk hari ini dan masa depan," serunya.
Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai lembaga kultural masyarakat adat Papua menyambut baik respons pemerintah yang menutup izin operasional 4 perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat. MRP berkeyakinan dengan penutupan 4 perusahaan tambang nikel ini, menjadi harapan baru bagi masyarakat adat.
Harapan Majelis Rakyat Papua
"Dalam mendukung usaha ini, MRP secara resmi mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo secara silent. Hari ini, semua perjuangan itu terjawab, perjuangan dari masyarakat adat, teman-teman aktivis dan semua pihak yang menjaga hak dasar orang Papua," kata Ketua Pokja Adat MRP Provinsi Papua Barat Daya, Mesackh Mambraku, lewat gawainya, Selasa, 10 Juni 2025, dikutip dari kanal Regional Liputan6.com.
Dia berharap dengan penutupan 4 perusahaan tambang nikel, dapat kembali menghidupkan Raja Ampat menjadi ikon bagi bangsa dan negara dan menjadi destinasi wisata menarik perhatian semua pihak.
"Kami berharap ada gerakan restorasi dari kerusakan alam yang ditimbulkan akibat kegiatan eksploitasi ini. Ya, harus ada penghijauan atau semacamnya untuk menghidupkan kembali potensi pariwisata unggulan di Raja Ampat," jelasnya.
Mesackh menjelaskan salah satu kerusakan yang dirasakan oleh warga setempat dengan beroperasinya perusahaan tambang, saat ini masyarakat kesulitan mencari ikan di laut karena laut sudah tercemar.
Penghentian Sementara Semua Aktivitas Penambangan.
"Kalaupun ingin mendapatkan hasil yang melimpah, masyarakat harus jauh melaut dari tempat tinggalnya. Padahal, sebelumnya untuk mendapatkan tangkapan ikan melimpah, masyarakat cukup membuang jaring tak jauh dari kampungnya," kata Mesackh.
Sebelumnya, pada 4 Juni 2025, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, atas arahan Presiden Prabowo Subianto dan Sekretaris Kabinet, menginstruksikan penyelidikan segera dan penghentian sementara semua aktivitas penambangan.
Pada 5 Juni 2025, seluruh produksi tambang dihentikan sementara, kecuali untuk PT Gag Nikel, yang saat itu menjadi satu-satunya perusahaan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang valid. Menteri ESDM, bersama Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Raja Ampat, melakukan inspeksi mendadak ke lokasi tambang pada 6 Juni 2025, bertepatan dengan Hari Raya Iduladha.
Pemerintah secara resmi mengumumkan pencabutan IUP empat perusahaan tambang nikel pada 10 Juni 2025. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Nurham. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan komprehensif, termasuk pelanggaran terhadap peraturan lingkungan yang berlaku.