Liputan6.com, Jakarta - LVMH, raksasa fesyen mewah yang mereknya termasuk Tiffany, Dior dan Celine, mengatakan bahwa kecerdasan buatan alias AI akan jadi kunci bagi efisiensi operasional. Inovasi teknologi itu juga jadi "retensi pelanggan yang lebih baik di pasar yang lebih sulit."
Melansir Wall Street Journal, Minggu (15/6/2025), selama empat tahun terakhir, perusahaan tersebut telah bekerja sama dengan Google Cloud untuk membangun platform data pusat, yang menampung data dari 75 mereknya, yang dikenal sebagai maisons.
Kini, perusahaan tersebut menerapkan AI prediktif, AI generatif, dan agen di berbagai bidang, seperti perencanaan rantai pasokan, penetapan harga, desain produk, pemasaran, dan personalisasi, semuanya dengan tujuan mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar, serta meningkatkan efisiensi operasional.
"Pasar jadi semakin sulit bagi semua orang," kata Direktur TI dan Teknologi LVMH Group, Franck Le Moal. Peritel barang mewah menaikkan harga mulai dari 20 hingga 30 persen selama pandemi, sebagian karena inflasi dan sebagian karena konsumen terus membeli, kata Carole Madjo, kepala penelitian barang mewah Eropa di Barclays.
Normalisasi Ledakan Pasca-COVID
Sekarang, ekonomi makro yang lebih sulit di dua pasar terbesar LVMH, Amerika Serikat (AS) dan China, telah melemahkan sentimen konsumen dan merugikan bisnis. Segmen fesyen dan barang kulit LVMH, yang mencakup merek-merek, seperti Celine, Fendi, Givenchy, dan Dior, melaporkan penurunan pendapatan tahun lalu.
"Anda mungkin melihat beberapa konsumen tidak sepenuhnya loyal dan tidak kembali untuk membeli barang-barang dari merek-merek itu," kata Madjo.
Namun, LVMH mengklaim bahwa hal itu tidak terjadi, dan merek-mereknya tetap menarik bagi konsumen. Perusahaan tersebut mengatakan, mereka mengalami normalisasi di sektor mewah setelah ledakan pasca-COVID.
Teknologi tidak akan sepenuhnya menyelesaikan semua masalah, tapi pasti dapat membantu, kata Carrie Tharp, wakil presiden Solusi dan Industri Global di Google Cloud. "Kami melihat AI dan AI agen sebagai pembuat perbedaan bagi bisnis konsumen untuk menghadapi badai," katanya.
LVMH mengatakan, agen AI dapat membantu mempertahankan dan mengembangkan basis pelanggannya. Di Tiffany, misalnya, sebagian besar konsultan penjualan kini memiliki akses ke agen yang dapat merangkum setiap interaksi sebelumnya dengan pelanggan dan menggunakan informasi tersebut untuk membuat pesan yang dipersonalisasi.
Efektivitas Penjualan
Tujuannya bukan untuk menenggelamkan pelanggan dalam pengalaman digital, tapi menggunakan teknologi di balik layar agar konsultan penjualan manusia lebih efektif dalam melibatkan pelanggan, kata Le Moal.
Di e-commerce, LVMH mulai menggunakan produk Google Search for Commerce untuk memungkinkan pemahaman semantik yang lebih baik tentang apa yang dicari pelanggan di situs web mereka. "Bila Anda memiliki kemampuan pencarian yang tepat, tingkat konversinya akan jauh lebih tinggi," katanya.
Raksasa barang mewah itu juga menargetkan AI pada operasi internalnya, area di mana "setiap keputusan dapat didukung oleh teknologi," kata Le Moal. Itu termasuk menggunakan AI untuk menyesuaikan harga barang-barangnya berdasarkan sederet faktor, seperti fluktuasi mata uang.
Mengelola rantai pasokan barang mewah juga bisa lebih sulit daripada segmen lain karena variasi produknya sangat sedikit dan bahan bakunya sangat mahal, kata Le Moal. Namun, ia menambahkan, LVMH dapat menggunakan platform data untuk mengidentifikasi sinyal lebih awal dan bereaksi lebih cepat daripada sebelumnya, mengingat ketidakpastian seputar tarif Trump.
Menyentuh Sisi Kreatif Bisnis
AI juga memengaruhi sisi kreatif bisnis. Tim desain kini menggunakan AI generatif dalam membangun apa yang disebut papan suasana hati untuk mendapat inspirasi. Departemen pemasaran juga menggunakan teknologi tersebut untuk menghasilkan salinan lebih personal bagi situs e-commerce—sesuatu yang menurut Le Moal telah jadi hal mendasar sehingga setiap merek perlu melakukannya agar tetap kompetitif.
LVMH juga memiliki agen AI generatif di seluruh perusahaan yang dikenal sebagai MaIA, yang menggunakan model seperti Gemini milik Google dan model pembuatan gambar Imagen, serta GPT milik OpenAI. Agen tersebut menerima lebih dari 2 juta permintaan per bulan dari sekitar 40 ribu karyawan.
"Kami menghabiskan banyak uang untuk teknologi," ujar Le Moal. "Bagi saya, teknologi wajib untuk jadi sangat efisien dan pada saat yang sama menjaga semangat dan esensi kemewahan, serta menawarkan pengalaman kemewahan terbaik."