Liputan6.com, Kuta - Sampah─di antara sederet tantangan lain─telah mengancam citra Bali sebagai destinasi wisata dunia. Sebagai respons, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali berupaya "galak" dalam membendung masalah limbah, terutama polusi plastik, di Pulau Dewata.
"Kami sudah memberlakukan berbagai macam Peraturan Gubernur untuk mengurangi sampah, di antaranya, pembatasan penggunaan plastik sekali pakai dan pemilahan sampah berbasis sumber. (Aturan ini), belum berjalan efektif pada 2018–2023 karena pandemi COVID-19," kata Gubernur Bali, Wayan Koster, saat memberi sambutan di puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Kuta, Bali, Kamis, 5 Juni 2025.
Sebagai tujuan utama wisata dunia, sebut dia, Bali "sangat sensitif dengan sampah." Pihaknya telah meresmikan gerakan "Bali Bersih Sampah" pada April 2025, yang dihadiri langsung Menteri Lingkungan Hidup (MenLH), Hanif Faisol Nurofiq, dan menargetkan Bali bebas sampah 2027.
"Fokus kami sekarang setidaknya menyasar dua jenis sampah, yakni berbasis sumber sampai ke desa-desa, serta pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Kami sudah mengeluarkan larangan produksi dan distribusi minuman kemasan plastik sekali pakai," ujar Koster.
Eliminasi Minuman Kemasan Plastik Sekali Pakai
Koster melanjutkan, "Karena sekarang sedang menghabiskan stok produksi, (targetnya) pada Januari (2026), sudah tidak ada lagi minuman kemasan plastik di bawah satu liter (di Bali), mulai dari mal sampai hotel, semua tidak boleh menyediakan minuman kemasan plastik."
Sosialisasi aturan ini, dia mengklaim, telah sampai ke desa-desa di seantero Pulau Dewata. "Responsnya, dari 636 desa, 42 persennya sudah membuat peraturan larangan memakai minuman kemasan plastik sekali pakai," ungkapnya.
"Kemudian, sekitar 96 persen dari 1.500 desa adat di Bali juga telah membuat peraturan desa adat terkait larangan air minum kemasan plastik kecil. Itu berlaku mulai Juli 2025, dan respons masyarakat bagus."
Minuman kemasan plastik sekali pakai juga tidak akan digunakan di acara pernikahan dan perayaan adat di Bali. "(Sebagai ganti), disediakan galon," imbuhnya. Penggunaan tumbler, kata dia, "sudah sampai ke bawah," termasuk di sekolah-sekolah.
"Dari sini, tumbuh bisnis baru, dengan bermunculannya UMKM-UMKM yang menjual tumbler berbahan alami, seperti bambu," sebut dia.
Bali Jadi Etalase Pariwisata Indonesia
Menyambung itu, MenLH mengatakan bahwa Bali, yang jadi tuan rumah puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, memiliki posisi istimewa. "Sebagai etalase pariwisata Indonesia, Bali bukan hanya menghadirkan keindahan alam dan budaya, tapi juga mencerminkan wajah keberlanjutan kita di mata dunia," tuturnya di kesempatan yang sama.
"Saya ingin menyampaikan pesan khusus pada Bali dan daerah wisata lainnya, 'Jaga lautmu, bersihkan pantaimu, lindungi warisanmu.' Pariwisata yang berkelanjutan bukan pilihan, tapi keharusan. Bali harus jadi pionir Indonesia dalam pengurangan plastik sekali pakai. Bukan karena kewajiban, tapi karena kesadaran dan cinta terhadap tanah leluhur."
Hanif menyebut bahwa pihaknya mendukung berbagai inisiasi Pemprov Bali dalam membereskan masalah sampah di Pulau Dewata. "Semua harus taat dengan aturan-aturan yang dibuat Pak Gubernur (terkait pengendalain sampah) bila tidak ingin berhadapan dengan Menteri Lingkungan Hidup," sebut dia.
Mendukung Pariwisata
Di kesempatan itu pula, Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar), Ni Luh Puspa, menyebut bahwa mengatasi masalah sampah, termasuk di Bali, tidak hanya soal kebersihan lingkungan, tapi juga mendukung pariwisata. Maka itu, ia mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil Pemprov Bali.
"Hari Lingkungan Hidup Sedunia bukan hanya seremonial, tidak sekadar memberi penghargaan, tapi komitmen pemerintah dalam menangani sampah. Kemenpar mengapresiasi langkah-langkah yang in-line dengan visi kami (untuk mewujudkan) pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan," ia berkata.
Tahun ini, Hari Lingkungan Hidup Sedunia berlangsung dengan tema "Hentikan Polusi Plastik." Tema ini, kata MenLH, merujuk komitmen United Nation Enviromental Programme (UNEP) untuk menyudahi polusi plastik secara global
Intergovernmental Negotiating Committee (INC) tahun lalu belum berbuah kesimpulan apapun, sehingga para pemerhati lingkungan dan pemimpin dunia, ingin masalah tersebut selesai di konferensi Agustus mendatang, kata Hanif.