4 Hotel Artotel Raih Sertifikasi Bergengsi GSTC, Apa Itu dan Bagaimana Manfaatnya?

Liputan6.com, Jakarta - Upaya yang dirintis sejak 2017 akhirnya membuahkan hasil. Empat hotel jaringan Artotel Group, yakni ARTOTEL Thamrin – Jakarta, de Braga by ARTOTEL – Bandung, ARTOTEL TS Suites – Surabaya, dan ARTOTEL Sanur – Bali, berhasil meraih sertifikasi GSTC (Global Sustainable Tourism Council) pada Rabu, 19 November 2025, menjadikan Artotel sebagai operator hotel Indonesia pertama yang mendapatkannya.

"Dari 2017 memang kita sudah kita sedikit fokus untuk di ESG ini, karena ESG ini salah satu syarat juga dari investor kita. Kita mesti punya ESG report, bukan (sekadar) reportnya, tapi berarti aktivitas-aktivitas itu yang harus kita berikan bahwa semua yang kita lakukan bukan semata-mata bisnis mencari profit dan duit, tapi kita ngobrol masalah profit, planet, dan people," kata Eduard Rudolf Pangkerego, Chief Operating Officer Artotel Group, ditemui di Jakarta, di sela pemberian sertifikasi. 

Sertifikasi GSTC hanya dapat diterbitkan oleh lembaga sertifikasi independen yang telah terakreditasi (GSTC-accredited certification bodies), menjadikannya salah satu sertifikasi paling kredibel di dunia dalam mengukur kinerja keberlanjutan di sektor pariwisata. Sertifikasi ini juga dikenal sebagai salah satu yang paling menantang untuk diperoleh karena proses audit dan verifikasinya yang sangat detail dan menyeluruh.

"Kita melakukannya supaya balance... Nah, balance ini enggak bisa di-track asal-asalan aja. Oh, yang penting nyumbang ini, nyumbang itu. Kita mesti ada referensinya. Nah, referensi yang pas di dunia pariwisata itu GSTC," kata Eduard lagi.

GSTC dibentuk melalui kolaborasi antara United Nations Foundation, United Nations Environment Programme (UNEP), dan World Tourism Organization (UN Tourism). Perannya adalah sebagai lembaga global yang menetapkan tolak ukur utama dalam menilai sejauh mana industri pariwisata menerapkan prinsip keberlanjutan secara nyata dan terukur.

Mengejar pengakuan berarti harus mau mengikuti aturan yang ditetapkan GSTC. Begitu banyak yang harus dipenuhi untuk bisa sampai keluar sertifikasi. Total ada empat kriteria utama, meliputi:

1. Manajemen Berkelanjutan

Artinya, hotel memiliki rencana keberlanjutan jangka panjang yang efektif dan terintegrasi dalam seluruh operasinya. Ini mencakup penetapan tujuan yang jelas, pelatihan staf, kepatuhan terhadap hukum, serta pemantauan dampak secara berkelanjutan.

2. Manfaat Sosioekonomi

Pilar ini berfokus pada manusia. Hotel bersertifikat harus menjadi kekuatan positif bagi komunitas dan perekonomian lokal. Hal ini meliputi:

● Mempekerjakan dan melatih staf lokal.

● Mendukung bisnis dan pemasok lokal.

● Melindungi hak dan kesejahteraan karyawan serta masyarakat.

● Secara aktif menentang eksploitasi dan perdagangan manusia.

3. Warisan Budaya

Pilar ini menekankan penghormatan terhadap lokasi tempat hotel itu berada. Hotel harus melindungi dan merayakan budaya lokal dengan cara:

● Menjaga situs bersejarah dan arkeologis.

● Mempromosikan seni, kerajinan, dan tradisi lokal.

● Memastikan pariwisata memberi manfaat bagi warisan budaya dan mendorong interaksi tamu yang penuh hormat.

4. Pelestarian Lingkungan

Pilar ini berorientasi pada berbagai kegiatan untuk pelestarian bumi. Hotel diwajibkan meminimalkan jejak langkah lingkungannya melalui:

● Konservasi Sumber Daya: Mengurangi konsumsi energi dan air.

● Pengelolaan Limbah: Mengurangi limbah secara signifikan, melakukan daur ulang, dan menghilangkan penggunaan plastik.

● Perlindungan Alam: Melestarikan keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lanskap.

● Pengurangan Polusi: Menurunkan emisi karbon serta mencegah polusi udara dan air.

Dari empat kriteria yang jadi penilaian dan harus dipenuhi, Eduard menyebut pengelolaan sampah lah yang paling menantang. Saat upaya dilakukan, sektor pengelolaan sampah profesional belum bermunculan. Di sisi lain, sebagai hotel, pihaknya tidak bisa asal-asalan membuang sampah, khususnya limbah makanan.

"Kita enggak bisa main asal-asalan. Makanan itu ditaruh lagi besoknya, dipanasin lagi, itu harus dibuang. Enggak bisa kita buang begitu aja karena bisa aja tiba-tiba diambil lagi oleh yang tidak bertanggung jawab," ujarnya.

Di sisi lain, pihak GSTC menuntut tidak boleh ada makanan yang terbuang sia-sia. Mau tidak mau, manajemen mencari cara agar pembelian bisa seefisien mungkin dan dari sumber lokal agar emisi karbonnya rendah. "Jadi, kita lihat yang sekeliling kita, supplier-supplier mana yang kita bisa pake," imbuhnya.

Untuk mencapai sertifikasi GSTC, Artotel pun meluncurkan program The Art of Goodness sejak 2022. Kegiatannya meliputi Artotel Earth (segala upaya yang berfokus pada pengurangan dampak terhadap lingkungan); Artotel Hope (kegiatan operasional di bidang sosial yang tak hanya fokus pada karyawan tetapi juga masyarakat sekitar); serta Artotel Welfare (kegiatan operasional yang memperhatikan kesejahteraan dan taat peraturan).

Setelah empat hotel meraih sertifikasi GSTC, pihaknya menargetkan 10 hotel lain akan mengikuti jejak serupa. Itu pun hanya sekitar 10 persen dari total lebih dari 100 hotel yang dioperasikan grup tersebut saat ini.

"Kita harap yang empat ini jadi motor juga buat yang lain... Ini memang sulit karena mesti adaptasi dengan banyak aturan, tapi bukan berarti kita nggak apply. Kita akan apply, kita berusaha do your best dulu deh," ujar Eduard.

Lalu, apa manfaat utama dari meraih sertifikasi GSTC buat Artotel? Dengan yakin, ia menjawab image atau citra positif yang menurutnya, yang paling berat dijaga dan dirawat. 

"Sekarang sering dengar kan cancel culture? Jadi kalau tiba-tiba 'oh orangnya merusak lingkungan dan lain-lain, mereka akan bilang 'udah, saya enggak mau pake produk itu. saya nggak mau ini'," katanya.