Ketika Anak-Anak Muda Jadi Roda Penggerak Drama Musikal di Indonesia

3 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Pentas drama musikal kian menjamur sejak lima tahun lalu, menurut Produser Festival Musikal Indonesia (FMI), Nala Amrytha, dan pusat roda penggeraknya adalah anak-anak muda. Mereka tidak hanya berperan sebagai pelaku, namun juga penikmat musikal lokal.

"Anak muda adalah penggerak musikal di Indonesia. Kita temui sekarang rata-rata sutradaranya muda, produsernya muda, dan berakibat, penontonnya juga kebanyakan orang muda," katanya saat jumpa pers FMI 2025 di Jakarta, Rabu, 22 Oktober 2025.

Ia menyambung, "Sekarang, semua promo kami (lakukan) di media sosial, dan yang melek media sosial adalah anak muda, jadi musikalnya jadi ramai (dengan penonton muda). Anak-anak muda ini bahkan yang mengajak orangtuanya nonton musikal. Kalau nggak ada anak muda, nggak akan ada penggerak untuk dunia musikal sekarang."

Anak-anak muda ini, kata Nala, membuat musikal di Indonesia jadi "lebih sat set." "Anak-anak sekarang terbiasa nonton video media sosial yang singkat, paling cuma 15 detik atau satu menit, jadi sekarang musikal Indonesia rata-rata ceritanya lebih packed."

"Semua cepat terjadinya, jadinya lebih dinamis secara musikal, dan akhirnya lebih banyak orang yang tertarik juga," imbuhnya. Secara cerita, anak-anak ini membuat drama musikal lebih accessible dan relatable.

Nala berkata, "Anak-anak muda ini juga lebih berani dalam berinovasi, jadi bikin musikalnya lebih accessible ke masyarakat. Akhirnya ada anggapan, siapa pun bisa nonton musikal. Dulu dianggap harus pakai baju proper, tapi nggak begitu lagi sekarang."

Promosi 1

Festival Musikal Indonesia 2025

FMI bakal kembali digelar pada 14─16 November 2025. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, FMI edisi ke-3 tidak mengusung satu tema besar, dan keputusan itu bukan tanpa alasan.

Nala mengatakan, "Kami mau merayakan keberagaman musikal Indonesia. Dengan tidak adanya tema khusus, setiap komunitas bisa menunjukkan warna mereka masing-masing."

Namun seperti tahun lalu, FMI 2025 memperkenalkan mekanisme undangan terbuka bagi para seniman dan kelompok teater musikal di seluruh Indonesia. Melalui sistem ini, para pelaku seni dapat mengajukan karya mereka untuk dikurasi dan berkesempatan tampil di festival.

Langkah ini diharapkan membuka ruang lebih luas bagi kreator, mulai dari komunitas, sanggar daerah, sampai kelompok independen untuk berpartisipasi dan menunjukkan karya mereka di panggung nasional. Lebih dari 80 komunitas musikal dari berbagai daerah di Indonesia mendaftar untuk FMI 2025.

12 Komunitas di FMI 2025

Setelah melalui tahap kurasi administratif dan penilaian konsep, sebanyak 32 komunitas terpilih untuk mempresentasikan gagasan mereka di sesi pitching. Proses seleksi ini dilakukan dewan kurator yang terdiri dari Mariska (tari), Gabriel Harvianto (vokal), OniKrisnerwinto (musik), Rangga Riantiarno (teater), dan Iskandar Loedin (artistik).

Dari proses tersebut, delapan komunitas dipilih untuk tampil di panggung karya, ditambah satu komunitas tamu dari Pura Mangkunagaran, serta tiga komunitas untuk panggung gala. "Komunitasnya tidak hanya dari Jakarta, tapi juga Solo, Surabaya, dan Bali," kata Program Manager Indonesia Kaya, Billy Gamaliel.

Berbeda dari FMI tahun lalu, edisi kali ini bakal berlangsung di Taman Ismail Marzuki (TIM), dengan pertunjukan tersebar di tiga lokasi: Teater Besar, Teater Kecil, dan Teater Wahyu Sihombing. Masing-masing drama musikal, kata Nala, berdurasi sekitar 45 menit.

Musikal dengan Cerita Lokal

Billy berkata, "Semua musikal akan menggunakan Bahasa Indonesia dan merupakan cerita lokal, bukan saduran dari luar negeri. Kami juga mengundang Pura Mangkunagaran memberi lecture performance sebagai bukti musikal itu sudah ada sejak lama di Indonesia."

Lecture performance tersebut, kata Nala, diambil dari pertunjukan Pura Mangkunagaran yang biasanya berdurasi lima jam. "Jadi nanti mereka akan menampilkan potongan-potongan dari pertunjukan mereka, kemudian dijelaskan ini bagaimana, itu bagaimana," ujar dia.

Cerita drama musikalnya, kata dia, beragam, mulai dari cerita rakyat, kisah yang dekat dengan keseharian, sampai kehidupan di belakang panggung. Setiap panggung dirancang dengan visual imersif melalui perpaduan tata cahaya modern, artistik yang kuat, serta aransemen musik orkestra yang berpadu dengan nuansa budaya daerah.

Foto Pilihan

Dalam foto yang diambil pada 15 Oktober 2025 ini, seorang pendaki gunung Prancis melakukan perjalanan ke puncak Jannu East yang menjadi pendakian pertama ke puncak setinggi 7.468 meter di Nepal timur. (Thibaut MAROT/AFP)
Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |