Liputan6.com, Jakarta - Bersenang-senang dengan berenang atau menyelam di taman laut Thailand bisa berakhir dengan denda tinggi bila tak hati-hati. Pasalnya, negeri gajah putih menerapkan aturan keras soal penggunaan tabir surya yang boleh dan dilarang dipakai selama beraktivitas di laut.
Departemen Taman Nasional, Margasatwa, dan Konservasi Tumbuhan (DNP) mengeluarkan peringatan keras kepada wisatawan, yakni penggunaan tabir surya tertentu di taman laut Thailand dapat didenda hingga 100 ribu baht (sekitar Rp51 juta). Langkah itu diambil sebagai upaya pelestaerian terumbu karang yang rapuh di negara tersebut.
Salah satu penyebabnya adalah polutan kimia yang ditemukan dalam produk-produk tabir surya umum. Pada Kamis, 16 Oktober 2025, Direktur Jenderal Departemen Atthaphol Charoenchansa mengumumkan bahwa tabir surya yang mengandung empat bahan kimia tertentu kini dilarang di taman nasional laut.
Zat-zat yang dilarang tersebut meliputi oksibenzon, oktinoksat, 4-Metilbenzilidena Kamper, dan butilparaben.
"Bahan kimia ini secara langsung merusak terumbu karang dengan mencegah larva karang berkembang dengan baik, mengganggu reproduksi, dan berkontribusi pada pemutihan karang, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian karang," ujarnya dikutip dari The Thaiger, Selasa, 21 Oktober 2025.
Rekomendasi Tabir Surya yang Aman
Atthaphol mengimbau wisatawan untuk memilih produk ramah lingkungan berlabel 'Aman Terumbu Karang' atau 'Ramah Terumbu Karang', yang tidak mengandung bahan berbahaya. Departemen juga mengingatkan pengunjung untuk mematuhi aturan standar taman laut guna mencegah kerusakan lebih lanjut pada ekosistem bawah laut, terdiri dari:
- Hindari menyentuh atau menginjak karang
- Jauhi jarak setidaknya dua meter dari terumbu karang
- Jangan buang sampah sembarangan atau limbah di laut
- Patuhi semua instruksi resmi taman
Pelanggar akan menghadapi sanksi hukum berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 47 Undang-Undang Taman Nasional 2019, yang memungkinkan denda hingga 100.000 baht. Semua taman nasional laut telah diinstruksikan untuk menegakkan aturan baru secara ketat dan secara aktif mengedukasi wisatawan tentang perilaku laut yang bertanggung jawab.
Para pejabat berharap upaya ini tidak hanya akan melindungi lingkungan tetapi juga mendukung pariwisata berkelanjutan dalam jangka panjang, dengan terumbu karang Thailand menjadi daya tarik utama bagi jutaan wisatawan setiap tahunnya.
"Ini bukan hanya tentang mematuhi aturan—ini tentang melestarikan keindahan yang menarik orang-orang ke sini sejak awal," ucapnya.
Ancaman Pemutihan Terumbu Karang Great Barrier Reef
Ancaman pemutihan serupa juga dihadapi ekosistem Great Barrier Reef di Australia. Laporan World Wide Fund for Nature-Australia pada Selasa, 25 Juni 2024, menunjukkan bahwa ekosistem Great Barrier Reef terancam setelah pemutihan massal terumbu karang pada tahun lalu.
Karang yang mengalami pemutihan parah di utara Queensland dilaporkan mati dan ditutupi lendir, serta ganggang cokelat. Beberapa ilmuwan khawatir, hal ini akan jadi peristiwa terburuk yang pernah tercatat.
Mengutip WWF Australia, Jumat, 28 Juni 2024, Great Barrier Reef adalah wilayah di pesisir timur laut Australia yang memiliki koleksi terumbu karang terbesar di dunia. Tempat ini dihuni empat ratus jenis karang, 1,5 ribu spesies ikan, dan empat ribu varietas moluska.
Area ini juga merupakan rumah bagi spesies terancam punah, seperti dugong dan penyu hijau besar. Dikenal karena keanekaragaman hayatinya, terumbu karang di sini menarik sekitar dua juta pengunjung setiap tahunnya. Bahkan, UNESCO memasukkannya ke dalam Situs Warisan Dunia.
Ekosistem Great Barrier Reef Hadapi Ancaman Serius
UNESCO memperingatkan Australia bahwa Great Barrier Reef 'masih berada di bawah ancaman serius'. Badan PBB itu mendesak agar negara tersebut segera bertindak untuk melindungi sistem terumbu karang terbesar di dunia.
"Tindakan mendesak dan berkelanjutan adalah prioritas utama," kata UNESCO dalam rancangan keputusan yang dirilis Senin, 24 Juni 2024.
Kematian karang yang tinggi dapat melemahkan "Nilai Universal Luar Biasa" yang dimiliki Great Barrier Reef. UNESCO merekomendasikan Komite Warisan Dunia menunda keputusan apakah akan menyatakan wilayah itu sebagai "warisan dunia dalam bahaya" hingga 2026. Komite itu akan mempertimbangkan saran tersebut ketika bertemu di New Delhi, India, Juli 2024.
Rancangan keputusan tersebut meminta Pemerintah Australia menginformasikan perkembangan terkini penerapan rekomendasi komite pada Februari 2025. Laporan perkembangan yang dimaksud termasuk dampak pemutihan karang tahun ini.
"Video ini akan mengejutkan banyak warga Australia. Perubahan iklim menyebabkan ikon nasional kita mengalami pemutihan massal kelima yang belum pernah terjadi sebelumnya, hanya dalam delapan tahun," kata Kepala Kelautan World Wide Fund for Nature-Australia Richard Leck.