Liputan6.com, Jakarta - Selain Tokyo dan Osaka, Kyoto juga menjadi destinasi populer di kalangan wisatawan asing. Saking tingginya peminat, dampak overtourism mulai dirasakan karena infrastruktur wisata yang tak sebanyak dua kota tersebut. Belum lagi tantangan melestarikan tradisi khas yang diwariskan dari generasi ke generasi pemilik atau pengelola ryokan, penginapan bergaya Jepang.
Mengutip Japan Today, Rabu (30/4/2025), sebagai pusat budaya Jepang klasik, banyak wisatawan memilih menginap di ryokan. Tak hanya menawarkan pengalaman menginap klasik, tetapi juga hidangan dalam kamar.
Paket tradisional biasanya termasuk makan malam setiap malam dan sarapan pagi. Menu ryokan, terutama makan malam, biasanya disajikan di kamar dan menampilkan beragam hidangan tradisional seperti ikan panggang dan nimono (daging dan sayuran rebus).
Banyak ryokan sangat bangga dengan hidangan mereka, bahkan beberapa menjadi terkenal karena kulinernya yang setara dengan kamar tamu. Namun, beberapa ryokan di Kyoto mengurangi penawaran makanannya, bahkan ada yang menghapusnya sama sekali, karena direspons 'dingin' oleh wisatawan asing.
Meski terdengar aneh, penyebabnya tak lain adalah kurang familiarnya wisatawan asing dengan menu makanan ryokan yang autentik. Banyak hidangan Jepang yang populer di luar negeri, seperti ramen, kari nasi, atau steak wagyu, tidak termasuk dalam menu ryokan. Sushi pun jarang tersedia dalam menu ryokan, dan sashimi biasanya hanya lauk kecil, bukan hidangan utama, terutama di ryokan di lokasi jauh dari pantai seperti Kyoto.
Kesenjangan Ekspektasi dan Realitas
Kesenjangan ekspektasi dan realitas ini mungkin lebih besar di ryokan Kyoto, karena banyak makanan yang terkenal di kota ini, seperti yudofu (tahu rebus) atau hidangan yang dibuat dengan Kyo-yasai (sayuran yang ditanam di Kyoto), memiliki bumbu halus dan rasa yang lembut.
Makanan dalam porsi besar pun terbuang ketika wisatawan asing mencoba membatalkan reservasi makan di tengah perjalanan, padahal ryokan sudah membeli bahan makanan. Belum lagi permintaan pengembalian dana sebagian yang mengharuskan ryokan untuk berkoordinasi dengan perusahaan kartu kredit di luar negeri yang tidak memiliki bahasa komunikasi yang sama.
Ada juga masalah yang lebih sederhana, yaitu wisatawan asing yang sudah melakukan riset menyadari bahwa menu ryokan tidak sesuai dengan selera mereka, dan kemudian memesan paket tanpa makan. Jika wisatawan asing tidak menunjukkan minat tinggi pada menu ryokan di Kyoto, bisakah ryokan tetap menawarkannya berdasarkan permintaan wisatawan Jepang?
Beragam Solusi yang Dilakoni Ryokan
Dengan booming wisata asing, tamu asing kini lebih banyak daripada tamu Jepang di beberapa ryokan, terkadang dengan selisih yang sangat besar. Dengan tamu Jepang yang menjadi minoritas, dan tidak semuanya memilih paket makan, menjadi sangat sulit bagi beberapa ryokan untuk terus menanggung biaya pemeliharaan dan karyawan dapur jika hanya sebagian kecil tamu yang makan di penginapan.
Ryokan yang menghadapi masalah ini telah mengatasi dengan berbagai cara. Beberapa mulai menawarkan hanya sarapan, terkadang beralih ke prasmanan sarapan dengan menu sederhana seperti nasi, sup miso, roti panggang, atau kari, yang lebih mirip dengan yang ditawarkan di hotel bisnis yang hemat biaya, dan menyajikan sisa makanan yang tidak diklaim kepada staf.
Yang lain beralih ke menu kotak bento, operasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan hidangan multi-menu tradisional. Ada pula ryokan yang menghentikan kegiatan memasak sama sekali, dan sekarang bertindak sebagai perantara bagi wisatawan asing yang ingin memesan meja di restoran di luar penginapan.
Layanan Trem di Kyoto
Sebelumnya, Kyoto menarik perhatian setelah meluncurkan layanan transportasi terbaru yang disebut Kyotram. Itu adalah trem dengan desain mewah dan fitur canggih, telah resmi beroperasi di jalur Arashiden, atau lebih dikenal sebagai Randen, yang dioperasikan oleh Keifuku Electric Railroad.
Mengutip dari laman Japan Today, Selasa, 11 Maret 2025, trem ini mulai melayani penumpang pada 28 Februari 2025, menawarkan cara baru untuk menjelajahi kota yang kaya akan warisan budaya yang dulu sempat jadi ibu kota Jepang. Kyotram menonjol dengan desain modern yang ramping, memadukan warna ungu khas Kyoto dengan skema warna putih, hitam, dan abu-abu yang kontras.
Dilengkapi dengan list perak, trem ini dirancang untuk menyatu dengan pemandangan kota Kyoto yang indah, sambil menambahkan semburat warna yang menyenangkan untuk mencerahkan lanskap. Ini menjadi terobosan dari tampilan imut dan elegan yang biasanya dikenal dari trem di jalur ini.
Salah satu keunggulan utama Kyotram adalah fitur keselamatan tambahan yang ditawarkannya. Dengan kamera pengawas yang dipasang di samping dan sensor fotolistrik, trem ini dirancang untuk meningkatkan keselamatan penumpang saat naik dan turun. Saat ini baru satu Kyotram yang beroperasi di sepanjang rute kereta. Enam trem tambahan direncanakan akan dirilis pada 2028.