Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah kota di Spanyol yang menjadi destinasi wisata populer kembali panas dengan gelombang protes menentang pariwisata massal. Sejumlah penduduk lokal menyerang wisatawan, penduduk lain berdemonstrasi yang menargetkan para wisatawan.
Mengutip laman news.com.au, Selasa, 29 April 2025, protes anti-turis di Barcelona, misalnya, terpusat di luar Sagrada Familia Basilica. Mereka menyemprot bus yang ditumpangi wisatawan dengan pistol air sambil meneriakkan yel-yel 'turis pulanglah' saat bus penuh wisatawan melintasi jalanan.
Video yang dibagikan oleh The Metro menyoroti ketegangan yang sedang berlangsung di Spanyol yang tampaknya semakin memanas menjelang musim panas di Eropa. Aksi protes anti-turis itu terjadi menyusul demonstrasi yang diikuti ratusan ribu warga Spanyol di lebih dari 40 kota di seluruh negeri pada awal bulan ini. Mereka menuntut pemerintah atas tingginya biaya perumahan tanpa ada tanda-tanda penurunan, seperti dilaporkan EuroNews.
Kejadian demonstrasi tersebut kembali mengingatkan pada situasi serupa musim panas lalu. Aktivis turun ke tempat-tempat wisata, seperti Mallorca dan Barcelona, menyuruh turis pulang dan menampilkan spanduk-spanduk terkait dampak overtourism di negara tersebut.
Penduduk lokal mengaku sudah muak dengan orang asing yang mengambil alih pantai dan jumlah yang besar memberi tekanan pada kehidupan sehari-hari penduduk. Memberi pesan kepada pemerintah yang dinilai belum bisa mengatasi overtourism, para aktivis melakukan aksi mogok makan, menempelkan pesan anti-pariwisata di tempat-tempat wisata dan bahkan menyemprot wisatawan dengan pistol air. Pada 2024, Spanyol menerima lebih dari 90 juta pengunjung asing.
Pengalaman Protes Anti-turis Musim Panas 2024
Musim panas lalu, ratusan penduduk lokal menghalangi turis untuk mengakses Teluk Caló des Moro, wisata pantai Eropa yang populer. Caló des Moro terkenal dengan pemandangannya yang menakjubkan dan airnya yang jernih, menarik influencer Instagram dan turis.
Aktivis dari Pulau Mallorca di Spanyol mengacungkan spanduk bertuliskan 'SOS Warga' dan membagikan selebaran dalam bahasa Inggris dan Jerman untuk menargetkan wisatawan. Para pengunjuk rasa secara fisik menghalangi jalur dan menuntut para turis untuk pergi, dengan seorang wanita berteriak 'pergi, pergi, pergi'.
Di musim yang sama, turis yang mencoba menikmati makan malam yang menyenangkan di salah satu kota paling populer di dunia, Barcelona, diserang oleh penduduk lokal yang marah atas overtourism. Rekaman yang dibagikan BBC pada Juli 2024 menunjukkan turis di sejumlah restoran yang dilecehkan oleh penduduk lokal.
Pngunjung kota terekam mengemasi barang-barang mereka dan pergi ketika mereka disemprot dengan pistol air oleh kerumunan besar yang turun ke daerah wisata paling populer.
Demonstrasi Anti-turis Diperkirakan Menyasar Bandara
Sekitar 2.800 penduduk lokal ikut serta dalam protes dan berbaris di bawah slogan 'Cukup! Mari kita batasi pariwisata' dan memegang spanduk yang berbunyi 'Barcelona bukan untuk dijual' dan 'Turis pulanglah'.
Menjelang musim panas Eropa, para wisatawan diperingatkan bahwa bandara bisa menjadi pusat baru untuk protes anti-pariwisata. Salah satu pengunjuk rasa di Barcelona, Elena Boschi mengatakan kepada The Mirror bahwa mereka ingin 'turis merasakan sedikit rasa takut akan situasi ini – tanpa rasa takut tidak akan ada perubahan'.
The Mirror melaporkan bahwa penduduk lokal yang muak di tempat-tempat wisata di seluruh Spanyol, Italia, Prancis, dan Portugal tidak akan mengesampingkan menargetkan bandara, karena pariwisata massal telah memicu melonjaknya sewa dan kurangnya rumah yang terjangkau (mengingat akomodasi jangka pendek disita untuk sewa turis).
Menurut laporan, di Spanyol, rata-rata harga sewa telah meningkat dua kali lipat sementara harga rumah telah meroket lebih dari 44 persen dalam satu dekade terakhir. Selain itu, dalam periode yang sama, persewaan jangka pendek telah meningkat di kota-kota besar dan tujuan pantai, seperti Barcelona dan Majorca, memaksa penduduk lokal dan keluarga keluar dari rumah.
Pendapat Ahli Pariwisata soal Keberlanjutan Usaha Wisata
Mengutip CNN, Senin, 29 Juli 2024, Sebastian Zenker, seorang profesor pariwisata di Copenhagen Business School, menjelaskan bagaimana insiden tersebut menyebabkan beberapa kota menjalankan 'kampanye de-marketing' yang bertujuan untuk mencegah wisatawan tertentu berkunjung. Ia merujuk pada kampanye 'Stay Away' di Amsterdam pada 2023, yang menargetkan pengunjung pria berusia antara 18 dan 35 tahun dengan iklan yang memperingatkan mereka tentang konsekuensi perilaku anti-sosial.
"Itu adalah cara de-marketing yang sangat sulit dan ketat," ia menjelaskan. "Hal ini tidak menghentikan pesta bujangan, namun menciptakan kesadaran bahwa kota ini telah mengubah peraturannya."
Di sisi lain, kata Zenker, mengalihkan target ke wisatawan 'berkualitas' juga menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. "Jika Anda menaikkan harga dan menarik lebih banyak orang kaya, hal ini akan menyelesaikan efek crowding (keramaian), namun pada saat yang sama meningkatkan inflasi dan masalah gentrifikasi."
Di Mallorca, harga-harga menjadi 'sangat gila' setelah banyak aktivitas untuk 'turis yang minum-minum' dilarang. Ia juga menyebut sebagian besar dana yang terkumpul tidak akan kembali ke tangan masyarakat lokal. Jadi, apa solusinya?
"Ini tentang melihat uang yang dihasilkan oleh wisatawan, atau dari wisatawan, diinvestasikan di tempat dan lapangan kerja sehingga masyarakat mampu untuk hidup," katanya. "Ini [protes] akan terus berlanjut, sampai kita menemukan keseimbangan lagi."