Liputan6.com, Jakarta - Setelah hampir empat dekade─atau lebih tepatnya 37 tahun─menjabat sebagai pemimpin redaksi Vogue Amerika, Anna Wintour mengundurkan diri dan mencari penggantinya. Ia menyampaikan berita tersebut pada staf, Kamis, 26 Juni 2025.
Meski turun dari peran utama majalah fesyen tersebut, ia tidak sepenuhnya meninggalkan Conde Nast atau Vogue, semata "mengurangi tugasnya," lapor CNN, seperti dikutip Jumat (27/6/2025). Wintour akan tetap jadi direktur editorial global Vogue, serta kepala konten global Conde Nast, menurut Vogue.
Penerusnya─yang akan mengepalai Vogue Amerika─akan disebut sebagai "kepala konten editorial." Sebagai pemimpin redaksi Vogue, Wintour telah mengubah publikasi tersebut, mentransformasikan "judul kurang berani" jadi kekuatan yang dapat mengatur dan menghancurkan tren, serta desainer.
Meski majalah tidak boleh dinilai dari sampulnya saja, sampul majalah Wintour mengisyaratkan bahwa ia tidak takut menyoroti tokoh-tokoh yang kurang dikenal dan menghindari norma-norma judul mode kelas atas. Edisi pertamanya, yang diterbitkan pada November 1988, menampilkan model Israel Michaela Bercu dengan celana jins stonewashed, menandai pertama kalinya celana jins muncul di sampul majalah Vogue.
Terobosan Anna Wintour
Ini kemudian jadi ciri khas ratusan edisi berikutnya, dan Wintour terus membuat keputusan editorial yang tidak terhitung jumlahnya, yang oleh para pendahulunya dianggap tidak terbayangkan. Lewatlah sudah hari-hari pemotretan di studio yang terkontrol.
Sebagai gantinya, muncul pemotretan kasual dan di luar ruangan. Pada 1992, ia mendobrak tradisi Vogue yang sudah ada selama seabad dengan menampilkan seorang pria di sampul, yakni Richard Gere, yang muncul bersama Cindy Crawford, istrinya saat itu.
Meski Wintour paling erat kaitannya dengan Vogue, pada 2020, ia jadi kepala konten Conde Nast, yang mengawasi semua judulnya secara global, termasuk Vanity Fair, Wired, GQ, Architectural Digest, Bon Appetit, dan Conde Nast Traveler.
Alih-alih pengumuman pensiun, pergantian Wintour, serta peran barunya di puncak Vogue edisi AS, merupakan bagian dari restrukturisasi global perusahaan yang lebih luas. Namun, pergantian kepemimpinan merupakan perubahan besar bagi Vogue Amerika.
Siapa Penggantinya?
"Kursi kosong" ini menawarkan peluang yang didambakan para editor mode, serta kesempatan bagi publikasi paling berpengaruh di industri ini untuk menuju arah baru. Dua tahun lalu, Chioma Nnadi jadi perempuan kulit hitam pertama yang memimpin Vogue Inggris saat ia menggantikan Edward Enninful yang menorehkan sejarah selama enam tahun sebagai pemimpin redaksi kulit hitam pertama di majalah tersebut.
Tidak diragukan lagi, Wintour akan berperan dalam memilih penggantinya. Namun, hanya tiga orang, semuanya perempuan, yang memiliki pengaruh, pengalaman editorial, dan yang terpenting kepercayaan diri untuk mengemban tugas tersebut—tidak mudah untuk menggantikan seorang legenda, catat Forbes.
Amy Astley, yang saat ini jadi editor Architectural Digest, mungkin jadi kandidat teratas. Ia menjabat sebagai editor peluncuran Teen Vogue, saat ia dipilih langsung untuk pekerjaan tersebut oleh Wintour.
Dengan demikian, ia mengenal merek Conde Nast secara mendalam, sebuah keuntungan besar bagi perusahaan yang membanggakan diri atas warisan dan tradisi, meski dunia majalah telah berubah drastis selama dua dekade terakhir. Teen Vogue meraih kesuksesan besar di bawah Astley.
Kandidat Pengganti Anna Wintour
Nama kandidat lainnya adalah seorang superstar Inggris yang sebelumnya bekerja untuk Vogue Amerika, Chioma Nnadi, yang saat ini jadi editor Vogue Inggris. Ketika pengangkatannya diumumkan, Wintour mengatakan bahwa Nnadi, yang merupakan keturunan Nigeria, Swiss, dan Jerman, "dicintai" rekan-rekannya di Vogue.
Sebelumnya, ia bekerja di Vogue Amerika selama lebih dari selusin tahun, khususnya sebagai salah satu pembawa acara podcast Vogue, yang membuatnya mendapat pujian dari pendengar dan lebih dikenal publik daripada kebanyakan penulis. Conde Nast memuji usahanya dalam mendorong lalu lintas media sosial dan digital saat ia ditunjuk jadi editor Vogue Inggris.
Kate Betts jelas merupakan yang paling tidak mungkin dari kandidat lain untuk mendapatkan posisi tersebut, bahkan mengusulkannya mungkin tampak aneh, mengingat dia meninggalkan Vogue setelah dia dan Wintour dilaporkan berselisih paham. Namun, hingga keluar untuk jadi editor Harper's Bazaar, dia dipandang sebagai calon pengganti Wintour.
Terlepas dari apakah keduanya benar-benar berbaikan, intour sangat peduli dengan merek Vogue dan ingin majalah tersebut berhasil. Betts adalah penengah yang luar biasa dari gaya tersebut.