Liputan6.com, Jakarta - "Kami tidak pernah membiarkan Taman Nasional Tesso Nilo dirusak oleh oknum-oknum perambah," begitu Balai Taman Nasional Tesso Nilo mengawali keterangan unggahan yang dibagikan di akun Instagram-nya, Selasa, 17 Juni 2025. Bersama itu, pihaknya mempublikasi gambar-gambar berisi ancaman pembunuhan untuk ketua balai taman nasional tersebut.
Upaya perlindungan kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo, kata mereka, terus dilakukan. "Petugas bersama aparat gabungan telah turun langsung ke lapangan untuk melakukan operasi penertiban dan sosialisasi pada masyarakat terkait larangan aktivitas ilegal di dalam kawasan."
"Namun dalam pelaksanaannya," aku mereka. "Tim kami menghadapi hadangan dari sejumlah warga yang menolak kebijakan tersebut."
Balai Taman Nasional Tesso Nilo menyebut, Kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I di Lubuk Kembang Bunga diserang dan dirusak sekelompok oknum yang tidak menerima kebijakan resmi mereka. "Akar dari kekerasan ini berawal dari edaran yang dikeluarkan Balai TNTN, yang dengan tegas menyatakan bahwa tidak diperbolehkan menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) di dalam kawasan konservasi."
Aktivitas Ilegal
Balai taman nasional itu menulis, "Setiap langkah sosialisasi yang kami lakukan di lapangan kerap dihadang bahkan dilawan. Tidak sedikit masyarakat yang menolak kehadiran kami. Protes muncul dari berbagai arah. Bahkan, ibu-ibu pun turut turun ke jalan, menyuarakan penolakan dengan lantang."
"Tak jarang, kami diintimidasi. Bahkan mengalami kekerasan fisik di tengah tugas kami melindungi kawasan konservasi ini. Tapi kami tetap bertahan. Karena bagi kami, menjaga Tesso Nilo bukan sekadar tugas ini adalah amanah. Sabar dan istiqomah adalah kunci kami. Kami percaya, hutan yang dijaga hari ini akan menjadi napas bagi kehidupan esok."
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengaku memastikan tidak akan membiarkan segala bentuk aktivitas ilegal di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau.
"Tindakan-tindakan tegas akan terus diambil untuk memulihkan, melindungi, dan mengelola Taman Nasional Tesso Nilo," kata Direktur Konservasi Kawasan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut Sapto Aji Prabowo di Jakarta, Rabu, 11 Juni 2025, lapor Antara.
Kaya Keanekaragaman Hayati
Tesso Nilo dahulu merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Tanaman Industri yang kemudian ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak 2004, dengan luasan yang kini mencapai 81.793 hektare. Kawasan itu memiliki nilai penting sebagai perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang kaya keanekaragaman hayati dan merupakan salah satu benteng terakhir bagi spesies langka di Sumatra.
Namun, kata Sapto, kawasan itu menghadapi tantangan serius. Dari total luasnya, hanya sekitar 24 persen atau sekitar 19 ribu hektare yang masih berupa hutan, sisanya telah berubah jadi areal terbuka yang didominasi pemukiman dan kebun sawit ilegal.
Kondisi itu melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Jo. UU Nomor 32 Tahun 2024, yang melarang perubahan keutuhan kawasan pelestarian alam. Untuk menangani permasalahan itu, pihaknya melalui operasi bersama dengan aparat penegak hukum, melakukan penindakan terhadap pelaku illegal logging dan perambah.
Ini termasuk dengan menangkap pelaku, perobohan pondok liar, penyitaan alat berat, serta pemusnahan kebun sawit ilegal. Pihaknya juga membentuk Tim Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo.
Satgas PKH
Pemerintah juga membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Tim itu diketuai Menteri Pertahanan dengan Ketua Pelaksana Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.
Satgas PKH diberi mandat menindak dan menata ulang pemanfaatan kawasan hutan melalui penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan, dan pemulihan aset negara di kawasan hutan. Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Satgas PKH tengah mendalami dugaan pelanggaran terkait keberadaan sertifikat hak milik tanah di TN Tesso Nilo yang sepenuhnya merupakan kawasan hutan lindung.
Penertiban sempat dilakukan pada Selasa, 10 Juni 2025, di kawasan itu terhadap berbagai aktivitas ilegal, seperti pembangunan rumah, pembukaan kebun dan lahan, penanaman sawit, pemeliharaan ternak, serta pembakaran hutan.
"Upaya pemulihan ekosistem juga terus diupayakan. Hingga 2021, telah dilakukan pemulihan ekosistem seluas 3.585 ha, mencakup rehabilitasi hutan, DAS, dan kegiatan restorasi oleh Balai TNTN," tutur Sapto.