Pro Kontra Pengunaan Teknologi AI di Industri Kecantikan, Pahami Cara Mengimbanginya

1 week ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Industri kecantikan tidak mengecualikan diri dari praktik penggunaan Kecerdasan Buatan alias AI yang kian meluas. Pemanfaatannya menciptakan sejumlah perubahan akan pergerakan sektor kecantikan di dunia.

Melansir Arab News, Rabu (23/4/2025), CEO Glamera yang berkantor pusat di Arab Saudi, Mohamed Hassan, menyebut bahwa pihaknya menggunakan AI untuk merekomendasikan layanan pada pelanggan. "Sistem tersebut menganalisis perilaku dan preferensi pengguna untuk menawarkan layanan yang dipersonalisasi," katanya.

Teknologi lain yang diterapkan beberapa perusahaan kecantikan adalah augmented reality yang memungkinkan pengguna "mencoba" produk kecantikan menggunakan ponsel pintar mereka. L'Oreal menggunakan teknologi AI untuk berbagai fitur.

Ini termasuk menganalisis ulasan pelanggan dan mengevaluasi formula produk, sebut Presiden L'Oreal Asia Selatan Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika Utara, Vismay Sharma, pada outlet tersebut. Beauty Genius mereka, yang menyediakan analisis, rekomendasi produk, dan rutinitas personal untuk rambut dan tata rias bagi pengguna, didukung AI generatif.

Namun dalam praktiknya, penggunan AI tidak selalu berujung pada ulasan positif. Ini dicontohkan kasus mesin keramas berbasis AI di China. Melansir Oddity Central, menurut seorang pemilik salon rambut di Distrik Tianhe, mesin keramas AI dilengkapi beberapa mode pencucian bawaan.

Ini termasuk pencucian cepat, normal, waktu tambahan, atau pancuran air, serta tiga pengaturan intensitas pijat kulit kepala yang berbeda. Mesin tersebut juga memiliki mode yang berbeda untuk klien berambut panjang dan pendek.

Ketika layanan otomatis pertama kali diluncurkan, harga untuk sesi keramas AI adalah 9,9 yuan, atau sekitar Rp23 ribu, sebelum harganya naik hampir dua kali lipat jadi 19 yuan, atau sekitar Rp44 ribu, karena popularitasnya. Sesi keramas rambut normal hanya memakan waktu 13 menit.

Pelayanan Sekaligus di Waktu Bersamaan

Meski popularitasnya meningkat di China , mesin keramas berbasis AI telah mendapat tanggapan beragam dari para pengguna. Ada yang mengeluh pijatan kulit kepala terlalu menyakitkan, dan terdapat pula yang mengklaim bahwa alat tersebut tidak berfungsi dengan baik.

Menurut China National Radio (CNR), melansir The Khyber Mail, salon rambut AI ini dilengkapi mesin cuci rambut canggih yang mampu menangani banyak pelanggan secara bersamaan. Salah satu toko tersebut, yang beroperasi sejak Desember 2024, memiliki lima mesin AI yang dikelola hanya oleh tiga anggota staf.

Pada jam sibuk, salon tersebut dilaporkan melayani lebih dari 100 pelanggan sehari, dengan rata-rata pengunjung harian saat ini antara 30 hingga 40 klien. Sebelum pencucian dimulai, pelanggan menjalani penilaian kesehatan kulit kepala menggunakan alat diagnostik khusus.

Berdasarkan analisis tersebut, staf memilih sampo yang sesuai dan menyesuaikan pengaturan mesin AI untuk memenuhi berbagai jenis rambut dan kondisi kulit kepala. Prosedur selama 13 menit tersebut mencakup dua siklus sampo, fase pengondisian, dan tujuh tahap pembilasan.

Penggunaan Secara Bertanggung Jawab

Mesin ini juga menawarkan fungsi pijat dan menggunakan lampu inframerah, serta beberapa pancaran air untuk menyesuaikan sudut secara otomatis demi pembersihan kulit kepala yang optimal. Karyawan mengatakan, sistem AI secara signifikan mengurangi tekanan staf, memungkinkan tiga pekerja mengawasi semua mesin secara efisien.

Di sisi lain, pelanggan menggambarkan pengalaman tersebut sebagai pengalaman menyeluruh dan baru. "Awalnya terasa aneh, tapi hasilnya luar biasa," kata seorang pelanggan bernama Li.

Sementara itu, menekankan pentingnya menggunakan teknologi secara bertanggung jawab, Sharma menyebut, L'Oreal telah transparan tentang komitmennya untuk tidak menggunakan foto yang dihasilkan komputer. "Kami tidak pernah menggunakan GenAI pada model kami, karena itu, dengan cara tertentu, memalsukan hasil," katanya.

"Ada aturan etika yang sangat jelas yang kami terapkan terkait penggunaan teknologi dan saya sangat yakin bahwa jika teknologi berada di tangan orang-orang yang bertanggung jawab, menggunakannya secara bertanggung jawab dapat meningkatkan kualitas pengalaman, perjalanan kecantikan konsumen, dan efisiensi organisasi secara keseluruhan."

Berdampak pada Ekonomi Global

Gen AI dapat menambah 9 miliar hingga 10 miliar dolar Amerika Serikat (AS) bagi ekonomi global berdasarkan dampaknya pada industri kecantikan saja, rangkum laman McKinsey, dan  para pelopor telah mulai menguji teknologi tersebut. Namun, penskalaan eksperimen ini akan jadi tantangan, mengingat kecepatan inovasi gen AI.

Fenomena makin sulitnya membedakan antara yang nyata dan yang tidak pun jadi salah satu dampak negatif AI di industri kecantikan. Hal ini muncul dalam hal-hal kecil, seperti potongan rambut selebritas yang viral karena AI, tapi juga jadi lebih umum bagi pengguna sehari-hari di media sosial.

Faktanya, menurut penelitian oleh Europol Innovation Lab, Anda dapat memperkirakan 90 persen gambar yang Anda lihat daring akan dibuat AI pada 2025. Para ahli memperkirakan dampak yang berpotensi berbahaya sebagai akibatnya.

Pertama, risiko distorsi persepsi orang tentang realitas, yang mengarah pada ekspektasi kecantikan yang tidak realistis dan harga diri yang rusak. Tahun lalu, Dove melakukan studi terhadap 33 ribu orang di 20 negara dan menemukan bahwa sepertiga responden menyatakan bahwa mereka merasa tertekan untuk mengubah penampilan mereka karena apa yang mereka lihat daring, terlepas dari apakah citra tersebut palsu atau AI.

Menyeimbangkan Pengunaan AI

Sementara para pendukung teknologi memuji kemampuannya memungkinkan orang-orang merasakan produk kecantikan hanya dengan memiliki telepon pintar, ada jebakan lain dalam hal penggunaan AI yang meluas di bidang ini. "Ekuitas adalah sesuatu yang pasti jadi tantangan bagi industri AI baik dalam model bahasanya maupun apa yang digunakan untuk melatih teknologi ini," kata wakil presiden senior pemasaran omnichannel Benefit, Toto Haba, lapor Pop Sugar.

Maka itu, sangat penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara teknologi dan sentuhan manusia. AI harus dilihat sebagai alat pelengkap yang melengkapi keahlian manusia daripada menggantikannya, menurut Times of India.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Cosmetic Dermatology menemukan bahwa menggabungkan teknologi AI dengan keahlian manusia menghasilkan rekomendasi perawatan kulit yang lebih unggul dibandingkan dengan hanya mengandalkan algoritma AI. Studi tersebut menunjukkan bahwa dokter kulit yang memasukkan analisis AI ke dalam praktik mereka mencapai akurasi lebih tinggi dalam mendiagnosis kondisi kulit dan merancang rencana perawatan yang disesuaikan.

Dengan memanfaatkan kekuatan teknologi AI bersama pengetahuan dan keterampilan dokter kulit, ahli estetika, dan profesional kecantikan, kita dapat mencapai perpaduan yang harmonis antara inovasi dan perawatan yang dipersonalisasi dalam industri kecantikan.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |