Liputan6.com, Jakarta - Alunjiva Indonesia, bagian dari Setara Berdaya Group, meluncurkan program SheAblepreneur, sebuah inisiatif yang mendorong perempuan dan individu disabilitas menjadi penggerak perubahan di dunia kewirausahaan. Program ini dirancang untuk memberikan pelatihan dan mentoring intensif kepada 75 UMKM perempuan dan individu disabilitas.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024, mengungkap tantangan keadilan akses terhadap pendidikan, pelatihan, dan penghidupan yang layak masih belum sepenuhnya teratasi. Utamanya bagi pelaku UMKM perempuan yang mendominasi populasi UMKM di Indonesia dengan persentase 64,5 persen.
Nicky Clara, Founder Alunjiva Indonesia, mengungkapkan tantangan yang dihadapi oleh UMKM perempuan di tengah budaya patriarki yang kuat. "Perempuan sering kali dihadapkan pada beban ganda, yaitu peran domestik dan stigma bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk memimpin usaha," ujarnya.
Selain itu, studi dari Boston Consulting Group dan Stellar Women menunjukkan bahwa 73 persen perempuan memiliki akses terbatas terhadap layanan mentoring, serta menghadapi kendala seperti kurangnya pengetahuan bisnis dan jaringan untuk berbagi pengalaman.
Role Model dari Kalangan Disabilitas Masih Terbatas
Tantangan yang lebih kompleks dihadapi oleh UMKM yang dikelola oleh perempuan disabilitas. Jonna Aman Damanik, Komisioner Komnas Disabilitas RI, mengungkapkan bahwa diskriminasi berlapis membuat mereka berada dalam posisi yang lebih rentan.
"Mentor atau role model dari kalangan disabilitas serta pelatihan kewirausahaan inklusif masih sangat terbatas," tambahnya.
Alunjiva Indonesia, melalui Setara Berdaya Group, berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas individu disabilitas di Indonesia. Sampai 2024, mereka telah memberdayakan lebih dari 62.450 perempuan, disabilitas, pemuda, dan kelompok marjinal di berbagai wilayah Indonesia.
Dukungan dan pembekalan yang diberikan telah berhasil meningkatkan omzet usaha para penerima manfaat hingga rata-rata 30 persen. Untuk diketahui program SheAblepreneur yang diselenggarakan di Tangerang, Bandung, dan Yogyakarta dari Juni hingga September 2025. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan pemanfaatan digital serta keuangan usaha, meningkatkan kesetaraan gender, dan meningkatkan pendapatan ekonomi bagi UMKM perempuan dan disabilitas.
Kesempatan Magang untuk Individu Disabilitas
Sebagai informasi, program ini juga menyediakan akses dan kesempatan magang di UMKM perempuan kepada individu disabilitas. Christina Agustin, Asisten Deputi Ekosistem Bisnis Wirausaha, Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Republik Indonesia, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif ini.
"Kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk mencapai target peningkatan rasio kewirausahaan sebesar 8% pada tahun 2045, ujarnya.
Dari Unilever Indonesia, Kristy Nelwan, Head of Communication sekaligus Chair of Equity, Diversity & Inclusion (ED&I) Board, menekankan pentingnya kolaborasi untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, beragam, dan inklusif. "Kami percaya program ini akan membuka peluang yang adil bagi perempuan dengan disabilitas untuk membuktikan kemampuan mereka dalam berwirausaha," katanya.
Program ini diikuti oleh peserta yang terdiri dari 15 perempuan dengan disabilitas/non-disabilitas yang ingin mengembangkan bisnis UMKM mereka dan 10 perempuan disabilitas yang baru ingin menjajaki dunia wirausaha. Pelatihan dilakukan secara daring dan luring dengan modul adaptif seperti Business Model Canvas, Literasi Digital, Literasi Keuangan, serta Media Sosial dan Pengenalan AI.
Kontribusi untuk Keadilan Sosial
Lebih jauh, Kristy mengatakan pihaknya mendukung upaya tersebut karena ingin berkontribusi lebih tidak hanya sekadar pendanaan. "Pilar kita keadilan untuk change maker menjadi mentor yang muda dengan memberikan pendidikan dan pengalaman," katanya, sambil mengatakan pihaknya juga memberikan pelatihan bahasa isyarat sebagai dukungan skill bagi teman disabilitas.
Menurutnya perempuan juga masih rendah dalam literasi digital dan keuangan. Banyak pemilik usaha UMKM kesulitan dalam menjelaskan bisnisnya kepada investor ketika akan mencari pendanaan, karena itu berbagai pelatihan yang akan didapatkan akan sangat bermanfaat.
Di kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, Jonna Aman Damanik, mengatakan bahwa pihaknya bertugas untuk memastikan program kolaborasi bisa berjalan. "Ada banyak pelatihan tapi tidak sampai di situ saja karena itu harus sustain (berlanjut)," katanya. Menurut dia, penanganan isu disabilitas melalui inklusifitas yang paling kecil dapat dilihat dari gender yaitu dengan pemberdayaan perempuan di skala UMKM.